Pages

Rabu, 30 Maret 2011

Ketentuan Talak (Bagian 2)


Minggu lalu saya telah memposting pembahasan mengenai talak, tapi karena pembahasan tersebut cukup panjang maka saya putuskan membaginya menjadi dua bagian. Semua materi yang saya tulis ini berasal dari ringkasan materi pengajian yang saya ikuti. Ketika ada pembahasan tentang talak ini saya berpikir kalau masalah ini bisa dibilang cukup rumit. Mungkin saja banyak orang di luar sana yang masih belum banyak tahu tentang hal ini. Karena itulah saya putuskan untuk menulis materi ini di dalam blog saya. Bila suatu saat saya mendapat materi tambahan tentang talak di pengajian, insya Allah akan saya posting lagi bagian berikutnya. Berikut ini beberapa hal yang saya ringkas dari materi di pengajian yang saya ikuti beberapa waktu lalu.
 
sumber gambar: www.prasannadevi.com
1.       Ketika menikah kedua mempelai harus berniat  untuk menjalani rumah tangganya seumur hidup.
2.       Talak  hanya dilakukan jika sudah diyakini tidak ada jalan lain yang lebih baik.
3.       Ketika suami telah menjatuhkan talak, maka istri menjalani masa idah (Q. S. Atthalaq: 1). Adapun ketentuan tentang masa idah adalah sebagai berikut 
a.     Wanita yang haid penentuan masa idahnya dapat menggunakan cara 3 kali sucian atau 3 kali haidan (Q. S. Albaqarah: 228), berikut ini penjelasannya
1)     Istri ditalak dalam keadaan suci, maka lamanya masa idah dapat ditentukan dengan 2 cara:
a)      3 kali sucian
Ø  Jika suami menjatuhkan talak pada saat istri dalam keadaan suci dan antara waktu istri selesai haid sampai jatuhnya talak istri belum di-jima’, maka lamanya masa idah dihitung sebagai berikut
·         Suci (pada saat ditalak, dihitung 1)
·         Haid-suci (dihitung 2)
·         Haid-suci (dihitung 3)
·         Masa idahnya habis pada saat mulai haid.
Ø  Jika suami menjatuhkan talak pada saat istri dalam keadaan suci dan antara waktu istri selesai haid sampai dengan jatuhnya talak istri sudah  di-jima’ oleh suaminya, maka lamanya masa idah dihitung sebagai berikut
·         Haid-suci (dihitung 1)
·         Haid-suci (dihitung 2)
·         Haid-suci (dihitung 3)
·         Masa idahnya habis pada saat mulai haid.
b)      3 kali haidan
Yang dimaksud dengan 3 kali haidan adalah
Ø  Suci-haid (dihitung 1)
Ø  Suci-haid (dihitung 2)
Ø  Suci-haid (dihitung 3)
Ø  Setelah haid ke-3 selesai dan mandi janabat, masa idah selesai, tidak ada perbedaan penghitungan antara talak yang dijatuhkan saat istri suci dan belum di-jima’ dengan talak yang dijatuhkan pada saat istri suci dan sudah di-jima’ (meskipun menjatuhkan talak pada saat istri suci dan sudah di-jima’ itu menyalahi sunnah).
2)      Ketika istri ditalak dalam keadaan haid, maka suami supaya merujuk istrinya pada masa haid itu kemudian menahannya sampai keadaan suci, lalu haid lalu suci, kemudian jika memutuskan untuk tidak jadi bercerai maka suami supaya menahannya, tapi jika memang suami benar-benar berniat untuk mentalak istrinya, maka supaya ditalak setelah istrinya suci dari haid dan tidak di-jima’ dulu (H. R. Bukhori). Adapun talak yang dijatuhkan saat istri haid tetap dihitung sebagai talak. Jka talak yang dijatuhkan pada saat haid itu adalah talak ke-3 maka talak itu tetap sah dan suami istri itu tidak bisa rujuk kembali.
b.      Wanita yang belum atau sudah tidak haid maka masa idahnya adalah 3 bulan (Q. S. Atthalaq: 4). 
c.      Wanita yang sedang hamil masa idahnya sampai melahirkan (Q. S. Atthalaq: 4). 
d.      Wanita yang ditalak dalam keadaan sudah tidak haid, tapi kemudian ia haid satu atau dua kali lalu kemudian lama tidak haid lagi, atau wanita yang ditalak dalam keadaan ia masih teratur haid tapi kemudian dia tidak haid lagi entah karena menopause, hamil, atau sebab-sebab lainnya maka menurut ijtihad Umar bin Khatab masa idahnya adalah satu tahun. Awalnya 9 bulan, jika memang hamil maka itulah masa idahnya jika ternyata tidak hamil maka ia menambah masa idahnya 3 bulan (H. R. Malik).
4.     Suami dilarang menyuruh istri keluar dari rumah selama istri menjalani masa idahnya dan istri dilarang keluar meninggalkan rumah mereka, kecuali apabila istri melakukan pelanggaran yang jelas/zina (Q. S. Atthalaq: 1).
5.     Selama masa idah tersebut suami tetap berkewajiban untuk member nafkah kepada istri (Q. S. Albaqarah: 228), jangan sampai tidak, karena itu akan menjadi hutang yang harus tetap dibayar walau sampai di akhirat. Istri tetap berkewajiban taat dan melayani suami, kecuali dalam hal jima’. Sedangkan istri yang telah ditalak 3 tidak berkewajiban tinggal bersama dengan suaminya dan tidak berhak lagi diberi nafkah oleh suaminya (H. R. Muslim).
6.     Setelah talak 1 dan 2 suami berhak untuk merujuk istrinya dalam masa idah dan istrinya tidak boleh menolak (Q.S.  Albaqarah: 228), jika masa idahnya telah habis maka jika ingin rujuk kembali harus menikah lagi, tentunya harus dengan mas kawin lagi.
7.     Rujuk dilakukan dengan ucapan roja’tuki, saya rujuk kamu, kamu sekarang jadi istriku lagi, awakmu tak baleni maneh, atau kalimat-kalimat lain dengan niat rujuk. Rujuknya itu hendaknya dipersaksikan kepada dua orang laki-laki beriman yang adil (Q.S. Atthalaq: 2). Namun, apabila suami sudah menyatakan rujuk walaupun belum dipersaksikan kepada dua orang saksi maka hukum rujuknya sudah sah.
8.     Tidak boleh menjatuhkan talak 3 langsung dalam satu tempat, tapi hukumnya tetap sah (H. R. Bukhori).
9.     Bagi suami yang telah menjatuhkan talak tiga pada istrinya maka ia tidak boleh merujuk mantan istrinya itu, kecuali mantan istrinya itu telah menikah lagi dengan lelaki lain dan telah dicerai atau lelaki tersebut telah meninggal, dengan syarat mereka berdua telah bersetubuh (H. R. Bukhori) dan (Q. S. Albaqarah: 230).
10.  Istri yang ditalak dalam keadaan belum pernah di-jima’ oleh suaminya tidak menjalani masa idah (Q. S. Alahzab: 49)
 
sumber gambar: www.palopotoday.com
Poin nomor 8 dan 9 memiliki hubungan yang erat. Mengapa Nabi melarang menjatuhkan talak sekaligus talak 3? Karena dengan adanya talak 3 langsung maka suami istri tersebut harus berpisah dan tidak boleh rujuk lagi hingga syarat di poin nomor 9 terpenuhi. Lain halnya jika suami menjatuhkan talak 1 terlebih dulu, maka keduanya memiliki kesempatan untuk memikirkan lagi keputusannya, mereka bisa merenung dan mempertimbangkan apakah memang benar-benar berpisah ataukah akan rujuk kembali. Terkadang setelah suami menjatuhkan talak 3, setan berusaha mempengaruhi mantan suami istri itu hingga muncul kembali perasaan cinta, sehingga timbul keinginan untuk bersatu kembali. Sementara menurut hukum agama itu tidak boleh dilakukan, kecuali jika syarat di poin 9 di atas terpenuhi. Bahkan kadang ada yang berusaha mencari jalan supaya mereka bersatu kembali, tentunya hal itu tidak diperbolehkan dalam agama. Jika sampai terjadi maka dihukumi berzina.
Satu hal lagi yang perlu digarisbawahi, kita tidak diperbolehkan untuk mempermainkan hukum. Meskipun setelah jatuh talak 3 mantan suami istri tersebut boleh rujuk kembali dengan memenuhi syarat nomor 9 di atas. Mereka tidak diperbolehkan membuat sandiwara guna memenuhi persyaratan itu. Tidak boleh si istri menikah lagi dengan lelaki lain dan sudah diniatkan sebelumnya untuk dicerai demi memuluskan niatnya kembali pada mantan suaminya yang terdahulu. Semoga tulisan ini bermanfaat.


Rabu, 23 Maret 2011

Ketentuan Talak (Bagian 1)


Menikah dan mempunyai keluarga yang bahagia boleh jadi adalah impian hampir semua orang. Namun, pada kenyataannya begitu banyak pernikahan yang terpaksa kandas di tengah jalan.  Pasangan suami istri yang awalnya bersikap romantis dan saling mencintai harus mengakhiri kebersamaan mereka, bahkan tak sedikit yang masih menyisakan permusuhan. Parahnya angka perceraian akhir-akhir ini mengalami peningkatan yang sangat pesat. Bagaimanakah hukumnya bercerai? Bagaimana pula caranya?
Dalam agama Islam, perceraian boleh untuk dilakukan, sejumlah ayat dalam Alquran telah menerangkan diperbolehkannya melakukan perceraian. Dengan demikian Islam memberikan salah satu solusi bagi penganutnya jika memang sudah tak dapat lagi mempertahankan perkawinannya. Apabila perceraian tidak diperbolehkan, bisa jadi banyak orang yang akan merasa tersiksa karena di satu sisi kehidupan perkawinannya sudah amburadul, tapi di sisi lain agama tak membolehkan. Akibatnya justru membuat kehidupan manusia menjadi berantakan dan mungkin saja terjadi peningkatan dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan meluasnya perzinaan.

 
sumber gambar: www.padang-today.com
Meskipun diperbolehkan, perceraian atau talak merupakan sesuatu yang dibenci dalam agama (H.R. Baihaqi). Selain itu ketika seorang lelaki dan perempuan menikah, maka pernikahan itu haruslah diniati untuk seumur hidup, bukannya sudah ada niat untuk bercerai pada suatu saat. Adapun jika di tengah kehidupan berumah tangga muncul permasalahan, maka sebaiknya dicari pemecahannya terlebih dahulu. Jika memang sudah diyakini tak ada jalan lain yang lebih baik, barulah perceraian dilakukan.
Kita sudah sering melihat, bagaimana sepasang kekasih melakukan prosesi pernikahan, baik secara agama maupun secara resmi sesuai aturan hukum negara. Sebuah pernikahan sudah dianggap sah secara agama jika telah terucap kata ijab dan qobul, meskipun belum dilakukan menurut hukum negara. Artinya, jika pasangan tersebut melakukan jima' (bersetubuh) maka mereka berdua tidak terkena dosa zina. Begitu pula dengan hukum-hukum lainnya, seperti hukum waris misalnya, semua sudah berlaku untuk pasangan tersebut. Begitu pula dengan hak dan kewajiban keduanya sebagai pasangan suami istri telah timbul sejak ijab qobul dilakukan. Adapun perlunya dilakukan pernikahan secara hukum negara adalah agar segala sesuatu yang menyangkut hukum dan administrasi dapat dilakukan dengan mudah. Tentu saja karena hukum dan administrasi memerlukan bukti yang nyata, seperti surat nikah, akta kelahiran, dan lain-lain. Semua surat itu tak akan diperoleh jika hanya dilakukan pernikahan secara agama saja.
Lalu, bagaimana dengan cara bercerai secara agama. Apakah menunggu keputusan hakim di pengadilan agama? Eits… tunggu dulu, keputusan hakim hanya mengikat secara hukum, sedangkan agama telah memiliki aturan tersendiri jauh sebelum aturan hukum itu dibuat. Bahkan ketentuan-ketentuan cerai dalam hukum Islam rasa-rasanya memang cukup rumit, bukan tidak mungkin ada banyak praktek yang salah di luar sana. Dalam hukum Islam, suamilah yang berhak untuk menjatuhkan talak (cerai). Adapun pihak istri tidak berhak untuk menjatuhkan talak. Istri hanya boleh mengajukan permintaan talak pada suaminya, itupun harus memenuhi syarat-syarat yang telah diajarkan dalam agama, antara lain karena suaminya melakukan kekerasan terhadapnya, tidak memberikan nafkah lahir batin kepadanya, murtad, serta mengalami impoten. Untuk kasus yang terakhir, istri sebaiknya jangan langsung meminta cerai, tapi terlebih dahulu dilakukan usaha untuk mengobati suaminya, paling tidak selama setahun terlebih dulu. Dalam sebuah riwayat hadits diterangkan bahwa seorang istri yang meminta cerai tanpa adanya syarat-syarat yang membolehkannya dihukumi munafik dan tidak akan mencium baunya surga. Padahal baunya surga sudah dapat dicium pada jarak sejauh lima ratus tahun perjalanan. Dengan adanya aturan ini bukan berarti Islam mendiskreditkan perempuan, Allah Maha Adil, Allah sudah mengatur semuanya, termasuk hak suami dan istri berikut pula kewajibannya. Jika masing-masing menaatinya saya rasa tidak ada yang merasa hukum Allah itu tidak adil.
 
sumber gambar: www.wartakota.co.id
Ada beberapa ketentuan talak yang perlu diketahui, antara lain
1.     menurut sunnah (ketentuan agama) mentalak istri dilakukan ketika istri dalam keadaan suci dan belum di-jima’, artinya talak dijatuhkan pada saat istri tidak dalam keadaan haid dan sepanjang waktu antara ia berhenti dari haid hingga dijatuhkannya talak, suami tidak men-jima’ istri (H. R. Nasa'i),
2.      mentalak istri dalam keadaan suci tapi telah di-jima’ hukumnya tetap sah,
3.   mentalak istri dalam keadaan haid supaya dirujuk lagi dalam masa haidnya tersebut lalu jka memang benar-benar berniat untuk menjatuhkan talak, maka talak baru dijatuhkan saat masa suci pertama atau kedua setelah haid tersebut, adapun talak yang dijatuhkan pada masa haid tadi tetap dihitung sebagai talak satu (H. R. Bukhori),
4.      ada beberapa ucapan talak, seperti tholaqtuki, aku menceraikan kamu, kowe tak pegat, mulai sekarang kita berpisah (dengan niat cerai), aku kembalikan kamu ke orang tuamua (dengan niat bercerai), serta ucapan-ucapan lainnya dan dengan bahasa apapun juga yang dilandasi dengan niat untuk bercerai,
5.      talak dapat dilakukan secara tertulis,
6.     ketika mentalak supaya dipersaksikan oleh dua minimal dua orang laki-laki yang beriman, tapi jika tanpa saksi maka talak tersebut tetap sah hukumnya,
7.      dilakukan dengan sungguh-sungguh ataupun main-main semuanya dianggap sah.
Untuk sementara sampai di sini dulu pembahasan saya. Adapun pembahasan lebih detail mengenai ketentuan tersebut insya Allah akan saya bahas pada postingan selanjutnya. Semoga bermanfaat.

Mohon maaf saya tidak dapat menuliskan dalil berupa ayat maupun hadits di sini, tapi sebagai referensi silakan dilihat di Alquran
ü  Surat Albaqarah: 227-232, dan 236-237
ü  Surat Annisa’: 34,35,128,130
ü  Surat Alahzab: 49
ü  dan Surat Atthalaq: 1

Senin, 07 Maret 2011

Cara Mensucikan Lantai dan Pakaian dari Najis


Ketika kita mengerjakan sholat, kita diwajibkan untuk mengerjakannya dalam keadaan suci, baik suci  badan, pakaian, maupun tempat. Tanpa terpenuhinya syarat kesucian tersebut, maka sholat kita tidak diterima oleh Allah. Di samping itu, tidak bisa menjaga kesucian dari najis air kencing merupakan salah satu sebab utama seseorang mendapatkan siksa kubur. Tentu saja kita semua tak berharap untuk merasakannya, bukan? Maka dari itu kita harus berhati-hati dan tidak sembrono dalam masalah najis ini, tentunya masih dalam batas yang wajar dan tidak berlebihan.
Pada dasarnya sesuatu yang suci adalah sesuatu yang tidak terkena najis/sesuatu yang telah terkena najis tapi najisnya telah disucikan/dihilangkan. Adapun hukum asalnya segala sesuatu adalah suci. Artinya selain dari yang telah disebut sebagai barang najis dalam Alquran maupun Alhadits, selama kita tidak melihat/mengetahui benda tersebut terkena najis, maka hukum benda itu adalah suci, bukan sebaliknya. Di bawah ini saya uraikan cara mensucikan najis pada lantai dan pakaian yang saya peroleh dari sebuah sumber yang ditulis berdasarkan Alquran dan Alhadits.
Penjelasan:
1.   Cara mensucikan tanah meresap yang terkena air kencing atau najis
Jika ada tanah yang terkena air kencing atau najis sedangkan tanah itu bisa meresap, maka cara mensucikannya cukup disiram dengan air satu timba sesuai dengan haditsnya atau disiram dengan air sampai kita punya keyakinan bahwa najis tersebut telah hilang karena meresap bersama air.
2.   Cara mensucikan lantai yang tidak meresap yang terkena air kencing atau najis
Jika air kencing atau najis itu mengenai lantai yang tidak meresap, maka cara mensucikannya ada beberapa cara, antara lain
a.   Jika air kencing atau najis itu ada di tengah-tengah lantai masjid, maka air kencing itu diserap dulu dengan kain yang kering atau ditimbun dengan tanah/pasir, kemudian kainnya diangkat atau pasirnya dibersihkan. Pada saat mengangkat kain atau membersihkan pasirnya jangan sampai ada yang menetes/tercecer, setelah itu dilap dengan lap basah yang suci minimal tiga kali atau sampai yakin bahwa najisnya telah hilang.
b.  Kalau air kencing atau najis itu mengenai lantai bagian pinggir maka cukup disiram dengan air yang dialirkan mengarah keluar lantai sampai yakin bahwa najisnya telah hilang.
Sumber gambar: http://tatyalfiah.wordpress.com
3.   Cara mensucikan pakaian yang terkena najis
Ada beberapa cara mensucikan pakaian yang terkena najis, antara lain
a.  Apabila najisnya berupa kotoran yang kelihatan, seperti kotoran manusia, maka cara mensucikannya, kotoran tersebut dihilangkan dulu sampai bersih setelah itu baru disucikan dengan cara dimasukkan ke dalam bak/ember diisi air sampai luber sambil diaduk-aduk minimal tiga kali luberan atau sampai yakin bahwa najisnya telah hilang mengalir bersama air yang luber atau pakaian itu diangkat dan diguyur dengan air sampai yakin bahwa najisnya telah hilang.
b.   Kalau najisnya berupa air kencing, maka cara mensucikannya, pakaian yang terkena najis itu dimasukkan ke dalam bak/ember lalu diisi air sampai luber dengan diaduk-aduk minimal tiga kali luberan atau diluberi sampai yakin najisnya telah hilang atau pakaian yang terkena najis itu diangkat dan diguyur dengan air sampai yakin bahwa najisnya telah hilang.