Pages

Rabu, 23 Maret 2011

Ketentuan Talak (Bagian 1)


Menikah dan mempunyai keluarga yang bahagia boleh jadi adalah impian hampir semua orang. Namun, pada kenyataannya begitu banyak pernikahan yang terpaksa kandas di tengah jalan.  Pasangan suami istri yang awalnya bersikap romantis dan saling mencintai harus mengakhiri kebersamaan mereka, bahkan tak sedikit yang masih menyisakan permusuhan. Parahnya angka perceraian akhir-akhir ini mengalami peningkatan yang sangat pesat. Bagaimanakah hukumnya bercerai? Bagaimana pula caranya?
Dalam agama Islam, perceraian boleh untuk dilakukan, sejumlah ayat dalam Alquran telah menerangkan diperbolehkannya melakukan perceraian. Dengan demikian Islam memberikan salah satu solusi bagi penganutnya jika memang sudah tak dapat lagi mempertahankan perkawinannya. Apabila perceraian tidak diperbolehkan, bisa jadi banyak orang yang akan merasa tersiksa karena di satu sisi kehidupan perkawinannya sudah amburadul, tapi di sisi lain agama tak membolehkan. Akibatnya justru membuat kehidupan manusia menjadi berantakan dan mungkin saja terjadi peningkatan dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan meluasnya perzinaan.

 
sumber gambar: www.padang-today.com
Meskipun diperbolehkan, perceraian atau talak merupakan sesuatu yang dibenci dalam agama (H.R. Baihaqi). Selain itu ketika seorang lelaki dan perempuan menikah, maka pernikahan itu haruslah diniati untuk seumur hidup, bukannya sudah ada niat untuk bercerai pada suatu saat. Adapun jika di tengah kehidupan berumah tangga muncul permasalahan, maka sebaiknya dicari pemecahannya terlebih dahulu. Jika memang sudah diyakini tak ada jalan lain yang lebih baik, barulah perceraian dilakukan.
Kita sudah sering melihat, bagaimana sepasang kekasih melakukan prosesi pernikahan, baik secara agama maupun secara resmi sesuai aturan hukum negara. Sebuah pernikahan sudah dianggap sah secara agama jika telah terucap kata ijab dan qobul, meskipun belum dilakukan menurut hukum negara. Artinya, jika pasangan tersebut melakukan jima' (bersetubuh) maka mereka berdua tidak terkena dosa zina. Begitu pula dengan hukum-hukum lainnya, seperti hukum waris misalnya, semua sudah berlaku untuk pasangan tersebut. Begitu pula dengan hak dan kewajiban keduanya sebagai pasangan suami istri telah timbul sejak ijab qobul dilakukan. Adapun perlunya dilakukan pernikahan secara hukum negara adalah agar segala sesuatu yang menyangkut hukum dan administrasi dapat dilakukan dengan mudah. Tentu saja karena hukum dan administrasi memerlukan bukti yang nyata, seperti surat nikah, akta kelahiran, dan lain-lain. Semua surat itu tak akan diperoleh jika hanya dilakukan pernikahan secara agama saja.
Lalu, bagaimana dengan cara bercerai secara agama. Apakah menunggu keputusan hakim di pengadilan agama? Eits… tunggu dulu, keputusan hakim hanya mengikat secara hukum, sedangkan agama telah memiliki aturan tersendiri jauh sebelum aturan hukum itu dibuat. Bahkan ketentuan-ketentuan cerai dalam hukum Islam rasa-rasanya memang cukup rumit, bukan tidak mungkin ada banyak praktek yang salah di luar sana. Dalam hukum Islam, suamilah yang berhak untuk menjatuhkan talak (cerai). Adapun pihak istri tidak berhak untuk menjatuhkan talak. Istri hanya boleh mengajukan permintaan talak pada suaminya, itupun harus memenuhi syarat-syarat yang telah diajarkan dalam agama, antara lain karena suaminya melakukan kekerasan terhadapnya, tidak memberikan nafkah lahir batin kepadanya, murtad, serta mengalami impoten. Untuk kasus yang terakhir, istri sebaiknya jangan langsung meminta cerai, tapi terlebih dahulu dilakukan usaha untuk mengobati suaminya, paling tidak selama setahun terlebih dulu. Dalam sebuah riwayat hadits diterangkan bahwa seorang istri yang meminta cerai tanpa adanya syarat-syarat yang membolehkannya dihukumi munafik dan tidak akan mencium baunya surga. Padahal baunya surga sudah dapat dicium pada jarak sejauh lima ratus tahun perjalanan. Dengan adanya aturan ini bukan berarti Islam mendiskreditkan perempuan, Allah Maha Adil, Allah sudah mengatur semuanya, termasuk hak suami dan istri berikut pula kewajibannya. Jika masing-masing menaatinya saya rasa tidak ada yang merasa hukum Allah itu tidak adil.
 
sumber gambar: www.wartakota.co.id
Ada beberapa ketentuan talak yang perlu diketahui, antara lain
1.     menurut sunnah (ketentuan agama) mentalak istri dilakukan ketika istri dalam keadaan suci dan belum di-jima’, artinya talak dijatuhkan pada saat istri tidak dalam keadaan haid dan sepanjang waktu antara ia berhenti dari haid hingga dijatuhkannya talak, suami tidak men-jima’ istri (H. R. Nasa'i),
2.      mentalak istri dalam keadaan suci tapi telah di-jima’ hukumnya tetap sah,
3.   mentalak istri dalam keadaan haid supaya dirujuk lagi dalam masa haidnya tersebut lalu jka memang benar-benar berniat untuk menjatuhkan talak, maka talak baru dijatuhkan saat masa suci pertama atau kedua setelah haid tersebut, adapun talak yang dijatuhkan pada masa haid tadi tetap dihitung sebagai talak satu (H. R. Bukhori),
4.      ada beberapa ucapan talak, seperti tholaqtuki, aku menceraikan kamu, kowe tak pegat, mulai sekarang kita berpisah (dengan niat cerai), aku kembalikan kamu ke orang tuamua (dengan niat bercerai), serta ucapan-ucapan lainnya dan dengan bahasa apapun juga yang dilandasi dengan niat untuk bercerai,
5.      talak dapat dilakukan secara tertulis,
6.     ketika mentalak supaya dipersaksikan oleh dua minimal dua orang laki-laki yang beriman, tapi jika tanpa saksi maka talak tersebut tetap sah hukumnya,
7.      dilakukan dengan sungguh-sungguh ataupun main-main semuanya dianggap sah.
Untuk sementara sampai di sini dulu pembahasan saya. Adapun pembahasan lebih detail mengenai ketentuan tersebut insya Allah akan saya bahas pada postingan selanjutnya. Semoga bermanfaat.

Mohon maaf saya tidak dapat menuliskan dalil berupa ayat maupun hadits di sini, tapi sebagai referensi silakan dilihat di Alquran
ü  Surat Albaqarah: 227-232, dan 236-237
ü  Surat Annisa’: 34,35,128,130
ü  Surat Alahzab: 49
ü  dan Surat Atthalaq: 1

3 komentar:

  1. tanya:
    1. jima' itu ap ya?? wkwkkkkk

    2(serius iki) kalo udah talaq 3, selama masa iddah, apakah sang lelaki tetap harus satu rumah dengan perempuannya??

    ajkk..

    BalasHapus
  2. 1. Tanya aja sama mbah google...hehehe
    2. Istri yang telah ditalak tidak wajib tinggal bersama suami dan tidak berhak lagi diberi nafkah oleh suami (suami tidak wajib memberi nafkah), toh mereka jg akan segera berpisah dan tidak bisa rujuk lagi sebelum istri itu menikah lagi lalu dicerai, untuk lebih lengkapnya tunggu postingan bagian 2. Ajkk.

    BalasHapus
  3. bantu jawab..
    1. ...-_-..bersetujuh haha
    2. ga boleh lagi tinggal seatap, krn sudah bukan muhrimnya
    CMIIW

    BalasHapus

Monggo bagi yang mau berkomentar, silakan mengisi kotak di bawah ini :)