Pages

Kamis, 14 April 2011

Syarat-syarat Seseorang Mendapatkan Ilmu


Ketika membuka-buka binder saya beberapa hari lalu, saya temukan sebuah tulisan pendek yang hanya berisi judul di atas beserta enam buah kata. Teringat di benak saya, ini adalah kata-kata teman saya beberapa tahun silam saat mengisi sebuah pengajian. Seorang teman lama yang sudah lama tak saya jumpai. Ada enam hal yang ia katakan waktu itu, jika seseorang ingin menjadi ahli ilmu, maka orang tersebut harus memiliki keenamnya. Karena tak ada penjelasan apapun dalam catatan saya itu, maka saya coba uraikan dengan kata-kata saya sendiri seperti di bawah ini.
1.       Cerdas
Kecerdasan berada di urutan pertama. Tentu saja yang dimaksud cerdas di sini bukan berarti seseorang harus memiliki kejeniusan atau IQ yang tinggi, tapi paling tidak orang tersebut mampu berpikir dan dapat menangkap maksud dari ilmu yang ia pelajari. Ia mampu memahami poin-poin yang yang ada dalam materi yang dipelajarinya. Seseorang yang kurang cerdas, misalnya (maaf) idiot  memang bisa mendapatkan ilmu, tapi apa yang dikuasainya tak akan sejauh orang yang cerdas. 

 
Sumber: http://www.pelangipendidikan.co.cc/
2.       Kepengin/keinginan
Secerdas apa pun seseorang jika ia tak memiliki ketertarikan dan kemauan untuk mencari ilmu maka ia tak akan menguasainya. Jika seseorang mencari ilmu hanya karena terpaksa saja, maka apa yang ia dapatkan tak akan maksimal. Dengan adanya keinginan dan rasa cinta pada apa yang ia pelajari, maka lebih mudahlah ilmu untuk dapat masuk. Dengan keinginan dan kemauan pulalah seseorang dapat memperjuangkan niatnya untuk mencari ilmu, meskipun harus menempuh jarak yang jauh dengan berbagai rintangan sekalipun.
3.       Sabar
Tidak semua ilmu mudah untuk didapatkan. Ada banyak ilmu yang memerlukan usaha keras dari kita untuk bisa menguasainya. Terutama pada saat mempelajari ilmu baru yang belum kita kenal sama sekali. Jika kita tidak sabar, putus asa, dan merasa tak sanggup maka ilmu itu tak akan pernah kita raih. Belajar harus dengan sabar dan telaten, lama-kelamaan insya Allah tetap akan bisa. Paling tidak ada perkembangan maju yang lebih baik daripada tidak sama sekali. :D
4.       Berharta
Saya rasa semua setuju kalau mencari ilmu itu memerlukan harta. Lihat saja berapa banyak uang yang telah dikeluarkan orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Semakin tinggi jenjang pendidikannya, hampir dapat dipastikan semakin banyak pula uang yang dibutuhkan. Mulai uang gedung, uang buku, uang SPP, dan lain sebagainya. Bahkan dalam mencari ilmu agama sekalipun uang tetaplah dibutuhkan. Misalnya untuk membeli Alquran, membeli kitab-kitab Alhadits, uang transport, dan lain-lain.
5.       Petunjuk guru
Petunjuk guru sangat diperlukan dalam belajar. Meskipun sejumlah hal dapat dipelajari secara otodidak, tapi tetap saja pengalaman dan bimbingan yang diberikan oleh seorang guru akan memberikan pandangan dan wawasan yang lebih luas bagi seorang murid. Sejumlah buku teks terkadang berisi sesuatu yang sangat teoritis, maka dengan penjelasan dari para praktisilah kita dapat mengambil kesimpulan yang lebih bijak tentang suatu hal.
Terlebih jika kita belajar ilmu agama. Kita tak boleh menafsirkan sendiri ayat-ayat Alquran dan Alhadits dengan akal kita sendiri (ro’yi). Nabi Muhammad SAW telah bersabda, "Barangsiapa yang berkata di dalam kitab Allah Yang Maha Mulya dan Maha Agung dengan pengertiannya (pendapatnya) maka benar (pendapat tersebut), maka sungguh-sungguh salah. " (H. R. Abu Dawud) Dalam hadits yang lain Nabi bersabda, "Barangsiapa yang berkata di dalam Alquran (mengartikan) dengan tanpa ilmu, maka hendaklah dia duduk di tempat duduknya dari neraka." (H. R. Tirmidzi) Selain itu, penafsiran seseorang terhadap suatu ayat atau hadits kadang berbeda dari yang seharusnya, ia hanya menafsirkan berdasarkan apa yang tertulis secara mentah, padahal ada banyak referensi ayat atau hadits lain maupun asbabunnuzul-nya yang perlu diperhatikan dalam mengambil makna dari ayat atau hadits tersebut. Sehingga penafsiran yang dibuat sendiri itu terkadang memiliki pemahaman yang berbeda dengan yang seharusnya. 
 
Sumber: http://www.pelitakarawang.com/
Ilmu agama bisa diibaratkan air yang bersumber dari mata air di pegunungan yang tentunya masih bersih dan jernih. Jika air itu dialirkan ke kota menggunakan pipa maka air yang keluar dari ledeng rumah kita di kota akan sama bersih dan jernihnya dengan air yang baru saja keluar dari mata airnya, meskipun pipa tadi melewati sawah, kebun, bahkan parit sekalipun. Berbeda dengan air yang sampai ke kota melewati sungai, tentu akan tercampur dengan banyak kotoran, bahkan mungkin juga limbah. Sama halnya jika kita mendapatkan ilmu itu dari seorang guru, guru itu juga mendapat dari gurunya lagi, begitu seterusnya hingga sampai pada Rasulullah, tentu apa yang kita dapat dan kita pahami sekarang sama dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah. Nah, mumpung masih banyak orang yang ahli dalam ilmu agama, mari kita sama-sama mencari ilmu itu sebanyak-banyaknya, sebelum para ahli itu wafat dan ilmu yang dimilikinya akan ikut lenyap.
6.       Waktu yang lama
Yah… menjadi orang yang ahli dalam suatu disiplin ilmu tertentu memang tak bisa dicapai dengan cara instan. Sistem kebut semalam (SKS) hanya akan membuat seseorang mampu mengerjakan ujian keesokan harinya tapi tak akan membuatnya menjadi ahli dalam bidang tersebut. Perlu waktu lama bagi seorang B.J. Habiebie untuk akhirnya bisa membuat sebuah pesawat, begitu pula dengan Imam Bukhori, butuh waktu yang sangat panjang baginya hingga akhirnya menjadi seorang ahli dan pengumpul hadits. Selama waktu yang panjang itulah kita harus selalu menggnakan kesabaran dan kemauan keras kita untuk terus  giat menimba ilmu.
Dengan kombinasi keenam hal di atas, insya Allah akan mudah bagi kita untuk tak hanya sekadar mendapatkan, tapi juga menguasai dan menjadi ahli dalam ilmu yang kita pelajari. Mari kita sama-sama berusaha untuk mewujudkannya. Semoga nantinya lahir generasi yang ahli dalam berbagai ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu agama. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Senin, 11 April 2011

Giat Mencari Ilmu dan Mengamalkannya


Kita hidup di dunia ini pada hakikinya adalah untuk menyembah kepada Allah. Seperti yang telah difirmankan Allah dalam Surat Adzdzariyat: 56, “ dan Aku (Allah) tidak menjadikan jin dan manusia kecuali supaya menyembah kepada-Ku.” Adapun urusan pekerjaan, urusan cinta, dan urusan bla…bla...bla... lainnya adalah sebagai penunjang kelancaran urusan ibadah kita kepada Allah untuk mencapai surga-Nya dan selamat dari neraka-Nya. Bukan sebaliknya, urusan ini itu justru menjadi prioritas sementara urusan ibadah malah dikesampingkan.

Arti Penting Ilmu dalam Melaksanakan Ibadah
Beribadah tak hanya sekedar menggerakkan tubuh untuk berwudhu, bersujud, dan lain sebagainya. Beribadah harus dilakukan dengan murni sesuai perintah Allah dan Rasul-Nya. Tidak keliru dan tidak ditambah dengan ini itu yang justru dilarang agama. Allah telah berfirman dalam Surat Albayyinah: 5, “Dan tidak diperintah mereka kecuali supaya menyembah pada Allah dengan memurnikan agama pada-Nya… .” Lalu, seperti apakah ibadah yang murni itu? Bagaimana kita bisa menjalankan ibadah dengan murni? Bagaimana pula kita bisa beribadah dengan benar? Jawabnya adalah kita sendiri harus tahu dan mengerti ilmunya terlebih dahulu, tanpa tahu ilmunya kita hanya akan menirukan cara orang lain, sedangkan cara orang tersebut belum tentu dapat dipastikan kebenarannya. Dengan demikian mencari ilmu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kewajiban beribadah.

 
Sumber:  http://filsafat.kompasiana.com/
Dari sekian banyak ilmu yang ada di dunia ini, ada tiga ilmu yang wajib dicari oleh setiap orang Islam, yaitu Alquran, Alhadits, dan Faroid (ilmu pembagian warisan). Adapun ilmu-ilmu selain ketiganya merupakan kelebihan bagi pemiliknya (H. R. Abu Dawud). Tentu saja akan lebih baik jika kita menguasai beragam ilmu, entah ilmu agama maupun ilmu-ilmu keduniaan. Sebab, ilmu-ilmu itu akan menjadi nilai plus tersendiri bagi diri kita. Meskipun demikian, sudah seharusnya kita memprioritaskan ilmu yang wajib dicari terlebih dahulu. Jangan sampai kita mengepolkan mengejar ilmu keduniaan setinggi langit, tapi di sisi lain ilmu agama kita NOL besar. Ketika kita sebagai umat manusia disibukkan dengan keduniaan dan menomorduakan akhirat, maka akan muncul generasi yang mahir dan membanggakan ilmu dunianya tapi bodoh ilmu agamanya. Ingatlah sabda Nabi Muhammad SAW, “Sesungguhnya Allah Yang Maha Luhur murka pada tiap-tiap orang yang pandai ilmu dunia yang bodoh dalam ilmu akhirat.” (H. R. Hakim). Jika generasi muda bodoh dalam ilmu agamanya, maka akibat buruk yang ditimbulkannya tidak hanya menyangkut masalah keagamaan saja, tapi juga urusan-urusan dunia. Mengapa bisa demikian?
Agama ini tidak hanya berisi tentang ibadah, justru di dalam Alquran dan Alhadits ada begitu banyak ilmu yang menunjukkan pada kita bagaimana menjalani kehidupan ini. Mulai dari urusan keluarga, urusan bertetangga, urusan bisnis, bahkan urusan bernegara sekalipun dapat ditemukan dalam keduanya. Ketika dihadapkan pada sebuah persoalan, dengan pedoman Alquran dan Alhadits itulah kita dapat memutuskan jalan mana yang akan diambil. Kita dapat membedakan manakah perkara-perkara yang diperbolehkan dan manakah perkara-perkara yang dilarang dalam agama. Sebagai contoh, lihat saja sistem ekonomi global saat ini, sebagian besar dibangun dengan model riba dan berbagai model transaksi yang dilarang agama, akibatnya krisis ekonomi dan resesi global berulang kali terjadi yang pada akhirnya membawa kesengsaraan sendiri bagi manusia.  Dengan kita menguasai dan menjadikan ilmu Alquran dan Alhadits sebagai pedoman hidup, maka apa yang kita lakukan dalam hidup ini benar-benar sesuai dengan apa yang memang seharusnya dijalankan oleh seorang muslim, yakni apa-apa yang memang telah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.
 
http://www.voa-islam.com/

Orang yang Berilmu (Alim) dan Orang yang Faham (Faqih)
Seseorang yang alim dalam Alquran dan Alhadits memiliki kemampuan:
1.       membaca Alquran dan Alhadits dengan fasih dan benar,
2.       mengerti makna dan keterangan Alquran dan Alhadits,
3.     memahami ayat-ayat Alquran dan Alhadits, sehingga dengan pemahamannya itu ia dapat men-istinbath-kan (mengeluarkan) hukum dan menempatkan pada tempatnya serta memahami pengertian-pengertian lainnya sesuai dengan yang sebenarnya,
4.   menghayati prinsip-prinsip kebenaran Alquran dan Alhadits secara teori dan praktek sehingga bisa mengamalkannya secara benar.
Dari keempat ciri di atas, sudahkan kita memilikinya? Apakah sebagian saja? Atau…tidak sama sekali? Jika belum semua dimiliki, mari kita sama-sama berusaha untuk menjadi orang yang alim. Mumpung masih ada banyak jalan untuk mencapainya. Jika Anda masih sekolah atau kuliah, manfaatkanlah waktu muda anda untuk mencari ilmu, sebelum kesibukan melilit hidup Anda.
 Orang yang alim belum tentu menjadi orang yang faham (faqih). Orang yang faham adalah orang alim yang mengamalkan ilmunya. Jika hanya pandai saja tapi tak diamalkan, sama saja dengan orang yang tak tahu apa-apa, hampir tak berguna ilmunya. Amalan yang dikerjakannya tentu tak akan jauh berbeda.
 
Sumber: http://cinta.onsugar.com/
Lalu…bagaimana caranya untuk bisa menjadi orang yang alim sekaligus faqih? Berikut ini sebagian cara yang harus dilakukan:
1.       Tertib dan hobi mengaji Alquran dan Alhadits
Tidak ada jalan lain untuk menjadi alim tanpa kita hobi mengaji. Ilmu dan kefahaman tak akan serta-merta masuk dalam kalbu hingga kita tiba-tiba jadi pintar. Tentu saja perlu banyak pengorbanan dan usaha yang perlu dilakukan. Termasuk menyediakan waktu ekstra untuk mengaji ketika kebanyakan teman-teman seusia kita sedang bersenang-senang menikmati masa mudanya.
2.       Memperbanyak mendengarkan nasihat agama dan juga mau memberikan nasihat
Terkadang mencari ilmu saja tak mengubah kefahaman seseorang. Ilmu yang diperoleh seakan seperti tambahan pengetahuan saja. Dengan mendengarkan nasihat, seringkali kefahaman lebih masuk dan menancap kuat di hati kita. Seringkali pula sesuatu yang telah terlupa jadi teringat kembali. Sesuatu yang terasa biasa saja jadi menyentuh di hati. Itulah gunanya mendengarkan nasihat. Begitu pula dengan memberikan nasihat pada orang lain, sebelum kita menasihati, tentu kita sudah paham betul dengan apa yang akan kita ucapkan, kita pun akan berusaha melakukan apa yang kita nasihatkan pada orang lain tersebut.
3.       Banyak bergaul dengan orang yang sholih
Sealim dan sefaqih apapun kita jika teman bergaul kita adalah orang-orang yang suka berbuat maksiat, lama-lama kita bisa terpengaruh. Dengan bergaul bersama orang-orang yang sholih, paling tidak kita akan diingatkan jika berbuat keliru ataupun  melanggar larangan agama.. Syukur-syukur kita bisa terus menambah ilmu dan kefahaman lewat mereka.

Polnya Alquran dan Alhadits
ü  Keutamaan kalam Allah (Alquran) mengalahkan semua kalam sebagaimana keutamaan Allah mengalahkan makhluk-makhluk-Nya.
ü  Jika seseorang menganggap ilmu dunia lebih utama dan lebih mulia daripada Alquran dan Alhadits maka itu adalah sebuah penghiaan kepada Allah.
Cukup sampai di sini yang bisa saya tuliskan. Tulisan saya ini sedikit banyak berasal dari sebuah ringkasan materi pengajian yang saya ikuti pada hari Jumat, 30 Juli 2010 yang lalu.  Semoga bermanfaat.