Ketika membuka-buka binder saya beberapa hari lalu, saya temukan sebuah tulisan pendek yang hanya berisi judul di atas beserta enam buah kata. Teringat di benak saya, ini adalah kata-kata teman saya beberapa tahun silam saat mengisi sebuah pengajian. Seorang teman lama yang sudah lama tak saya jumpai. Ada enam hal yang ia katakan waktu itu, jika seseorang ingin menjadi ahli ilmu, maka orang tersebut harus memiliki keenamnya. Karena tak ada penjelasan apapun dalam catatan saya itu, maka saya coba uraikan dengan kata-kata saya sendiri seperti di bawah ini.
1. Cerdas
Kecerdasan berada di urutan pertama. Tentu saja yang dimaksud cerdas di sini bukan berarti seseorang harus memiliki kejeniusan atau IQ yang tinggi, tapi paling tidak orang tersebut mampu berpikir dan dapat menangkap maksud dari ilmu yang ia pelajari. Ia mampu memahami poin-poin yang yang ada dalam materi yang dipelajarinya. Seseorang yang kurang cerdas, misalnya (maaf) idiot memang bisa mendapatkan ilmu, tapi apa yang dikuasainya tak akan sejauh orang yang cerdas.
Sumber: http://www.pelangipendidikan.co.cc/
2. Kepengin/keinginan
Secerdas apa pun seseorang jika ia tak memiliki ketertarikan dan kemauan untuk mencari ilmu maka ia tak akan menguasainya. Jika seseorang mencari ilmu hanya karena terpaksa saja, maka apa yang ia dapatkan tak akan maksimal. Dengan adanya keinginan dan rasa cinta pada apa yang ia pelajari, maka lebih mudahlah ilmu untuk dapat masuk. Dengan keinginan dan kemauan pulalah seseorang dapat memperjuangkan niatnya untuk mencari ilmu, meskipun harus menempuh jarak yang jauh dengan berbagai rintangan sekalipun.
3. Sabar
Tidak semua ilmu mudah untuk didapatkan. Ada banyak ilmu yang memerlukan usaha keras dari kita untuk bisa menguasainya. Terutama pada saat mempelajari ilmu baru yang belum kita kenal sama sekali. Jika kita tidak sabar, putus asa, dan merasa tak sanggup maka ilmu itu tak akan pernah kita raih. Belajar harus dengan sabar dan telaten, lama-kelamaan insya Allah tetap akan bisa. Paling tidak ada perkembangan maju yang lebih baik daripada tidak sama sekali. :D
4. Berharta
Saya rasa semua setuju kalau mencari ilmu itu memerlukan harta. Lihat saja berapa banyak uang yang telah dikeluarkan orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Semakin tinggi jenjang pendidikannya, hampir dapat dipastikan semakin banyak pula uang yang dibutuhkan. Mulai uang gedung, uang buku, uang SPP, dan lain sebagainya. Bahkan dalam mencari ilmu agama sekalipun uang tetaplah dibutuhkan. Misalnya untuk membeli Alquran, membeli kitab-kitab Alhadits, uang transport, dan lain-lain.
5. Petunjuk guru
Petunjuk guru sangat diperlukan dalam belajar. Meskipun sejumlah hal dapat dipelajari secara otodidak, tapi tetap saja pengalaman dan bimbingan yang diberikan oleh seorang guru akan memberikan pandangan dan wawasan yang lebih luas bagi seorang murid. Sejumlah buku teks terkadang berisi sesuatu yang sangat teoritis, maka dengan penjelasan dari para praktisilah kita dapat mengambil kesimpulan yang lebih bijak tentang suatu hal.
Terlebih jika kita belajar ilmu agama. Kita tak boleh menafsirkan sendiri ayat-ayat Alquran dan Alhadits dengan akal kita sendiri (ro’yi). Nabi Muhammad SAW telah bersabda, "Barangsiapa yang berkata di dalam kitab Allah Yang Maha Mulya dan Maha Agung dengan pengertiannya (pendapatnya) maka benar (pendapat tersebut), maka sungguh-sungguh salah. " (H. R. Abu Dawud) Dalam hadits yang lain Nabi bersabda, "Barangsiapa yang berkata di dalam Alquran (mengartikan) dengan tanpa ilmu, maka hendaklah dia duduk di tempat duduknya dari neraka." (H. R. Tirmidzi) Selain itu, penafsiran seseorang terhadap suatu ayat atau hadits kadang berbeda dari yang seharusnya, ia hanya menafsirkan berdasarkan apa yang tertulis secara mentah, padahal ada banyak referensi ayat atau hadits lain maupun asbabunnuzul-nya yang perlu diperhatikan dalam mengambil makna dari ayat atau hadits tersebut. Sehingga penafsiran yang dibuat sendiri itu terkadang memiliki pemahaman yang berbeda dengan yang seharusnya.
Sumber: http://www.pelitakarawang.com/
Ilmu agama bisa diibaratkan air yang bersumber dari mata air di pegunungan yang tentunya masih bersih dan jernih. Jika air itu dialirkan ke kota menggunakan pipa maka air yang keluar dari ledeng rumah kita di kota akan sama bersih dan jernihnya dengan air yang baru saja keluar dari mata airnya, meskipun pipa tadi melewati sawah, kebun, bahkan parit sekalipun. Berbeda dengan air yang sampai ke kota melewati sungai, tentu akan tercampur dengan banyak kotoran, bahkan mungkin juga limbah. Sama halnya jika kita mendapatkan ilmu itu dari seorang guru, guru itu juga mendapat dari gurunya lagi, begitu seterusnya hingga sampai pada Rasulullah, tentu apa yang kita dapat dan kita pahami sekarang sama dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah. Nah, mumpung masih banyak orang yang ahli dalam ilmu agama, mari kita sama-sama mencari ilmu itu sebanyak-banyaknya, sebelum para ahli itu wafat dan ilmu yang dimilikinya akan ikut lenyap.
6. Waktu yang lama
Yah… menjadi orang yang ahli dalam suatu disiplin ilmu tertentu memang tak bisa dicapai dengan cara instan. Sistem kebut semalam (SKS) hanya akan membuat seseorang mampu mengerjakan ujian keesokan harinya tapi tak akan membuatnya menjadi ahli dalam bidang tersebut. Perlu waktu lama bagi seorang B.J. Habiebie untuk akhirnya bisa membuat sebuah pesawat, begitu pula dengan Imam Bukhori, butuh waktu yang sangat panjang baginya hingga akhirnya menjadi seorang ahli dan pengumpul hadits. Selama waktu yang panjang itulah kita harus selalu menggnakan kesabaran dan kemauan keras kita untuk terus giat menimba ilmu.
Dengan kombinasi keenam hal di atas, insya Allah akan mudah bagi kita untuk tak hanya sekadar mendapatkan, tapi juga menguasai dan menjadi ahli dalam ilmu yang kita pelajari. Mari kita sama-sama berusaha untuk mewujudkannya. Semoga nantinya lahir generasi yang ahli dalam berbagai ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu agama. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.