Pages

Kamis, 29 Agustus 2013

Kontroversi Miss World 2013

Kontes ratu kecantikan sedunia, Miss World 2013 untuk pertama kalinya akan digelar di Indonesia. Gelaran Miss World di Indonesia ini juga merupakan kali pertama penyelenggaraannya di Asia Tenggara. Rangkaian acara Miss World 2013 akan dimulai pada awal September nanti di Bali. Para kontestan dari berbagai penjuru dunia akan menjalani masa karantina di Nusa Dua, Bali. Mereka akan berkunjung ke beberapa objek pariwisata di Pulau Dewata. Menurut kabar yang beredar di social media, para finalis Miss World tahun ini akan diminta membuat narasi beserta foto dan video keindahan pariwisata Indonesia yang mereka lihat selama karantina, untuk kemudian dimuat di social media mereka masing-masing. Ini menjadi salah satu bagian dari penjurian Miss World tahun ini. Sementara malam puncak penganugerahan Miss World 2013 rencananya akan diselenggarakan di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor pada hari Sabtu, 28 September 2013.
Berbagai pendapat dilontarkan masyarakat terkait kontes Miss World ini. Banyak yang pro, tapi tak sedikit pula yang kontra. Ada pula yang tidak mendukung tetapi juga tidak menolak untuk diselenggarakan. Masing-masing pihak melihat dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Ada yang menilai dari segi ekonomi, agama, budaya, dan lain sebagainya. Selain di media massa, pro kontra ini juga bisa dilihat di berbagai media sosial.
Malam Puncak Miss World 2012 di Cina
Sumber: jilaa.com
Pihak yang setuju berpendapat, bahwa penyelenggaraan kontes ini merupakan upaya promosi kepariwisataan Indonesia. Di samping itu, terselenggaranya kontes ini akan membawa image dan reputasi yang bagus bagi Indonesia di mata dunia. Menurut Ketua Yayasan Miss Indonesia, Liliana Tanoesoedibjo, malam final Miss World kali ini akan disiarkan di 140 negara. Tentu jutaan pasang mata akan melihat Indonesia dari situ. Apalagi dalam acara kali ini, akan dimasukkan unsur-unsur kebudayaan Indonesia, misalnya seperti pertunjukan kesenian khas Bali, serta penggunaan sarung Bali dan pakaian karya para desainer Indonesia dalam sesi top model. Dengan demikian, diharapkan orang-orang luar akan semakin mengenal seni dan budaya Indonesia.
Sementara itu, pihak yang menolak menyebut kontes Miss World tidak sesuai dengan budaya Indonesia, meskipun panitia penyelenggara sudah memastikan tidak ada kontes bikini. Sesi berbikini memang menjadi bagiani paling kontroversial sepanjang rangkaian acara beauty peagent ini. Surahman Hidayat, anggota Komisi X DPR dari PKS misalnya, dalam pernyataan tertulisnya pada hari Senin, 26 Agustus lalu mengatakan,"Miss World bernuansa merendahkan martabat perempuan. Saya pikir banyak kegiatan yang lebih sesuai dengan budaya Indonesia dan juga sesuai dengan ajaran agama untuk menggali dan meningkatkan potensi wanita Indonesia. Tidak hanya Miss World.” Selain itu, penolakan juga diserukan oleh MUI Kabupaten Situbondo, Jawa Timur yang menyebut ajang Miss World bertentangan dengan norma agama.  Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jawa Timur juga turut menolak penyelenggaraan Miss World di Indonesia. Bahkan Ketua FPI, Rizieq Shihab bertekad untuk membubarkan acara Miss World bila pemerintah tetap memberikan izin. (Kompas.com)
Selain pihak-pihak yang menyatakan pro dan kontra di atas, ada sebagian orang yang tidak menyatakan setuju, tetapi juga tidak menolak. Ada yang mengatakan penyelenggaraan Miss World sebenarnya lebih kental nuansa bisnisnya. Ada pula yang menyebutkan bahwa pengalaman yang sudah-sudah di negara lain, menjadi tuan rumah penyelenggaraan Miss World tidak berdampak besar bagi dunia pariwisata. Ada juga yang mempersoalkan kegiatan dari pemenang Miss World yang walaupun disebutkan melakukan kegiatan amal dan bakti sosial tapi kurang terlihat peran nyatanya.
Dalam diskusi yang cukup menarik di forum dunia maya, ada satu hal yang menarik perhatian saya, salah seorang forumer di forum Skyscrapercity Indonesia melihat dari sudut pandang yang berbeda. Ia menyatakan tidak setuju tetapi bukan atas dasar teologis seperti kebanyakan orang, melainkan dari sudut pandang humanis. Banyak tokoh-tokoh humanis yang tidak setuju dengan beauty pageant karena itu membenarkan beberapa manusia bisa mempunyai privilege atau hak lebih karena socially constructed ideas of ‘beauty’, itu sama saja dengan diskriminasi hak manusia yang didasarkan oleh fisik (sesuatu yang sudah jadinya begitu sejak lahir). Jadi menurut paham humanis modern, beauty pageant itu primitif.

Adapun bagi saya pribadi, dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara yang plural, tidak mempermasalahkan penyelenggaraan Miss World di Indonesia. Apalagi panitia sudah memastikan tidak ada kontes bikini on stage, sehingga acara internasional ini tak ubahnya seperti kontes Miss Indonesia ataupun Putri Indonesia yang sudah secara rutin diadakan setiap tahun, hanya asal pesertanya saja yang berbeda. Toh biaya penyelenggaraannya tidak menggunakan uang negara, melainkan murni dibiayai oleh pihak swasta. Nah... bagaimana dengan pendapat Anda?