Pages

Jumat, 15 November 2013

Cara Membuat Biopori


Menyambung artikel sebelumnya, Tampung Hujan, Lestarikan Sumber Air, kali ini akan saya uraikan bagaimana cara membuat biopori.  Sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu, apa itu biopori. Biopori adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk karena aktivitas organisme di dalamnya, baik berupa akar tanaman, cacing, maupun hewan-hewan lainnya. Lubang-lubang dalam ukuran sangat kecil tersebut terisi udara dan dapat menjadi tempat berlalunya air. Semakin banyak lubang-lubang tersebut, maka semakin besar kemampuan tanah untuk meresapkan air di atasnya. Dengan demikian, potensi terjadinya banjir dan genangan dapat dikurangi.  
Dari pengertian tersebut, tentu saja biopori hanya dapat terbentuk secara alami, yang bisa kita lakukan adalah bagaimana caranya untuk memperbesar kemungkinan terciptanya biopori tersebut. Cara yang dilakukan adalah dengan membuat lubang resapan biopori. Secara awam lubang resapan biopori disebut dengan biopori saja. Penyebutan ini memungkinkan banyak orang keliru mengira bahwa biopori adalah lubang buatan itu, padahal sebenarnya biopori adalah lubang-lubang kecil yang terbentuk secara alami karena dibuatnya lubang tersebut. 

Sumber gambar: www.ampl.or.id

Lubang resapan biopori dibuat dengan kedalaman tertentu, kemudian diisi dengan dedaunan yang telah kering atau bisa juga yang masih hijau. Lama kelamaan daun-daun tersebut akan membusuk dan menarik organisme bawah tanah untuk mendekatinya. Pergerakan organisme tersebut membentuk lubang biopori di sekitar lubang resapan tersebut.
Saya bukanlah ahli dalam bidang ini, tetapi saya hanya sekedar ingin berbagi pengalaman tentang pembuatan biopori di lingkungan tempat tinggal saja. Mungkin ada sedikit perbedaan dengan cara pembuatan di tempat lain, tetapi intinya hampir sama. Mudah-mudahan dengan mengetahui manfaat dan cara pembuatannya yang simpel, akan banyak orang yang tertarik untuk membuatnya di lingkungan masing-masing.


Alat-alat yang diperlukan:
1.       Bor biopori


2.       Pipa paralon dengan ukuran sesuai bor biopori, biasanya 3 atau 4 inchi
3.       Dob dengan ukuran sesuai bor biopori, jumlah dob sesuai dengan jumlah lubang yang akan dibuat


4.       Gergaji besi
5.       Alat bor tangan
6.       Linggis

Cara pembuatan:
1.      Pipa paralon yang dibeli dari toko besi biasanya berukuran 4 meter, potong dengan gergaji besi menjadi 10 buah, masing-masing 40 cm.

2.      Buat lubang secukupnya pada dob dengan bor tangan.



       Atau pilih dob yang memang sudah berlubang


 

 3.  Cari lokasi yang akan dibuat lubang, lebih baik bila dibuat di tempat dimana air cenderung berkumpul atau mengalir, bisa juga dibuat alur terlebih dahulu.
4.     Buat lubang silindris secara vertikal di dalam tanah dengan mengg bor biopori sedalam 80-100 cm, jika terbentur batu, gunakan linggis. Untuk jarak antar lubang sendiri sebenarnya ada hitungannya, tergantung luas lahan dan intensitas hujan, bla bla bla…. Berhubung gak begitu ngerti ya kira-kira saja diberi jarak sekitar 1 meter.


5.      Masukkan potongan pipa paralon ke lubang yang telah dibuat.
6.      Isi paralon dengan sampah organik seperti dedaunan atau rumput.
7.      Tutup lubang paralon dengan dob.

Paralon ditutup dengan Dob (Ilustrasi bila dikeluarkan dari dalam tanah)

Cara pemeliharaan:
1.   Sampah organik di dalam lubang resapan biopori lama-kelamaan akan menyusut karena pelapukan sehingga perlu ditambahkan dalam jangka waktu tertentu.
2.   Kompos yang terbentuk dapat diambil dari lubang setiap akhir musim kemarau, lalu masukkan lagi sampah organik yang baru.


Pembuatan biopori ini relatif mudah, bisa dilakukan satu orang saja. Biasanya kesulitan muncul bila lapisan tanahnya keras dan berbatu sehingga sulit untuk digali. Terkadang juga dijumpai bekas penyemenan jika  lokasi pembuatan merupakan bekas bangunan. Sebelum membuat lubang pastikan tempat tersebut tidak dilalui talang air atau saluran apapun di bawah tanah. Semoga bermanfaat, selamat mencoba. 


Senin, 11 November 2013

Tampung Hujan, Lestarikan Sumber Air


Musim penghujan telah tiba. Di saat hujan turun, sebagian orang merasa gembira karena rahmat Tuhan turun, sebagian lagi merasa was-was karena khawatir kebanjiran, dan sebagian lagi bersiap untuk terjebak macet di jalan. Ya… hujan yang turun seringkali menimbulkan genangan di jalan, sehingga menyebabkan lalu lintas menjadi terganggu, alhasil macet pun tak terelakkan. Apalagi di Jakarta, jika hujan deras turun saat jam pulang kantor di sore hari, kemacetan parah seringkali akan membuntutinya.
Idealnya, sebagian besar air hujan yang turun meresap ke dalam tanah dan sebagian lagi dibuang melalui saluran drainase menuju ke laut. Namun, berhubung sebagian besar lahan telah terbangun, yang terjadi justru sebaliknya, hanya sedikit air hujan yang terserap ke dalam tanah sementara sebagian besar lainnya terbuang begitu saja. Masih mending jika kapasitas saluran drainasenya cukup, kenyataan di lapangan, saluran drainase seringkali tidak mampu menampung air yang turun dalam jumlah besar, sehingga timbullah genangan air,  atau bahkan banjir.
Banjir di Bundaran HI, Jakarta
Sumber: al-khilafah.org
Air hujan yang meresap ke dalam tanah merupakan sumber  tersedianya air tanah yang diambil penduduk melalui sumur. Dalam kondisi dimana jaringan pipa PDAM belum menjangkau seluruh penduduk seperti sekarang, maka keberadaan air tanah merupakan sesuatu yang vital. Tanpa itu, maka penduduk akan kesulitan memperoleh air bersih untuk berbagai keperluan mereka. Akan tetapi, kini air tanah terus menerus dikuras, sementara air hujan yang menjadi pembaharunya hanya sebagian kecil saja yang bisa meresap ke dalam tanah. Akibatnya bisa dilihat secara kasat mata, banyak sumur-sumur penduduk yang mengalami kekeringan pada musim kemarau. Untuk tetap bisa mendapatkan air bersih, sebagian orang memperdalam sumur yang dimilikinya. Namun, sampai kapan upaya itu bisa dilakukan?
Tentu saja kita tak boleh menyerah dengan keadaan, banyak cara yang bisa dilakukan agar air hujan lebih banyak terserap ke dalam tanah. Tak usah jauh-jauh berpikir cara yang masif dan mahal, itu biarlah jadi domainnya pemerintah (kalau mereka mau memikirkan), seperti Pemprov DKI Jakarta misalnya, kini sedang menggiatkan pembangunan sumur resapan dengan anggaran miliaran rupiah. Bagaimana dengan kita? Apakah hanya berpangku tangan saja ataukah ingin turut serta berperan dalam upaya pelestarian air tanah? Nah… bagi rakyat biasa seperti  kebanyakan dari kita, cukuplah menggunakan cara yang mudah dan murah saja.  Kita bisa memulainya dari diri kita sendiri, dari lingkungan tempat tinggal kita sendiri, yang hasilnya bisa kita nikmati bersama orang-orang di sekitar kita. Jika saja semua orang mau mempraktekkannya, niscaya sebuah perubahan besar akan terjadi, tinggal masalah mau atau tidaknya saja.
Di antara yang bisa kita lakukan adalah dengan membuat biopori dan sumur resapan sederhana. Biaya pembuatannya terbilang murah. Apalagi jika dibuat sendiri atau dengan kerja bakti bersama warga sekampung, tentu bisa lebih murah lagi.  Untuk cara pembuatannya insya Allah akan saya tuliskan di lain kesempatan. Kebetulan bulan lalu ada kerja bakti pembuatan biopori di lingkungan tempat tinggal saya, jadi bahannya sudah ada, tinggal ditulis saja bila ada kesempatan.  Akan tetapi, untuk pembuatan sumur resapan sederhana mungkin masih lain kali lagi, nunggu kerja bakti pembuatan sumur resapan diadakan lagi, biar  bisa saya bikin reportasenya untuk Anda semua.  :)