Pages

Senin, 22 Desember 2014

Strategi Pengembangan Pariwisata Solo (Bagian 3 – Manajemen Konsumen)

Manajemen konsumen berusaha untuk memahami apa yang diinginkan oleh pasar atau konsumen. Dengan demikian, orientasi pasarnya menjadi jelas, sehingga perangkat-perangkat yang dibutuhkan pun dapat disesuaikan. Manajemen konsumen erat kaitannya dengan penawaran wisata terhadap konsumen. Di dalam penawaran pariwisata, ada empat aspek yang harus diperhatikan. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut
a.    Daya tarik (Attraction)
Agar dapat menarik wisatawan, daerah tujuan wisata hendaknya memiliki daya tarik baik berupa alam maupun masyarakat dan budayanya. Sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa, Kota Solo telah memiliki beragam daya tarik wisata budaya, baik berupa situs-situs budaya maupun atraksi-atraksi budaya. Selain itu, Kota Solo juga dikenal dengan aneka ragam kulinernya yang khas, serta menjadi salah satu tujuan wisata belanja. Apalagi dengan semakin banyaknya mall dan pusat perbelanjaan lain yang dibangun di Solo dan sekitarnya, membuat wisata belanja menjadi potensi yang dapat lebih dikembangkan lagi.
Untuk lebih meningkatkan daya tarik wisata tersebut, Pemerintah Kota telah melakukan sejumlah langkah seperti yang diuraikan dalam bagian sebelumnya mengenai manajemen produk dan manajemen branding. Selain itu juga diperlukan kerja sama dengan daerah-daerah di sekitarnya yang masing-masing memiliki potensi pariwisata tersendiri, baik berupa wisata budaya maupun wisata alam. Sehingga tercipta kerja sama dan sinergi antar daerah dalam pengembangan pariwisata yang tentunya akan lebih efektif daripada berjalan sendiri-sendiri.

Solo Batik Carnival
Sumber gambar: kabarindonesia.com

b.    Bisa dicapai (Accesable)
Faktor accesable artinya wisata domestik dan mancanegara dapat dengan mudah menuju ke tempat wisata tersebut. Kota Solo sendiri berada di lokasi yang cukup strategis di antara Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya, serta didukung dengan sejumlah infrastruktur yang cukup baik. Selain terdapat jalan nasional dan jalur kereta api lintas selatan Jawa, nantinya jalan tol trans Jawa yang menghubungkan Jakarta dan Surabaya juga akan melewati Solo. Saat ini sedang dibangun jalan tol Semarang-Solo dan Solo-Kertosono serta double track rel kereta api di jalur selatan.
c.    Fasilitas (Amenities)
Syarat yang ketiga ini memang menjadi salah satu syarat Daerah Tujuan Wisata (DTW) dimana wisatawan dapat dengan kerasan tinggal lebih lama di daerah tersebut. Sebagai sebuah kota besar, Kota Solo telah memiliki fasilitas yang cukup memadai, baik berupa hotel, restoran, pusat perbelanjaan, perbankan, maupun sarana transportasi umum. Badan Promosi Pariwisata Daerah Kota Surakarta mencatat, Solo kini memiliki 5.010 unit kamar hotel, baik hotel berbintang maupun non bintang. Adapun jumlah hotel berbintang sebanyak 34 buah dengan 3.150 unit kamar. Angka ini naik 190% dibanding tahun 2010 dimana saat itu terdapat 1.086 kamar. Sementara hotel non bintang berjumlah 124 buah yang menyediakan 1.860 unit kamar, dimana angka ini justru turun 19% dalam tiga tahun terakhir.
Guna mendukung poin accesable dan amenities, Jokowi beberapa kali melobi Pemerintah Pusat agar pintu gerbang Solo Raya, yakni Bandara Adi Sumarmo segera dikembangkan. Kondisi landasan pacu bandara cukup layak untuk penerbangan internasional, tetapi karena terminalnya yang kecil, hanya sedikit pesawat yang bisa ditampung. Selain itu, penerbangan sipil juga harus berbagi dengan keperluan militer karena bandara ini juga berstatus sebagai Pangkalan TNI Angkatan Udara (AU).
Akhirnya pada tahun 2009, terminal baru yang lebih besar telah selesai dikerjakan dan diresmikan secara langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Terminal baru berada di sisi utara runway dan dikhususkan untuk penerbangan sipil, sementara terminal lama  yang berada di sisi selatan runway digunakan sepenuhnya sebagai Pangkalan TNI AU. Dengan beroperasinya terminal baru tersebut, kini Bandara Adi Sumarmo dapat menampung lebih banyak pesawat dan meningkatkan kapasitas pelayanannya menjadi 2,5 juta penumpang per tahun.

Bandara Internasional Adi Sumarmo
Sumber gambar: obornews.com

d.    Adanya Lembaga Pariwisata (Ancillary)

Dengan adanya lembaga pariwisata, maka pengembangan pariwisata dapat lebih terencana secara komprehensif. Selain itu, lembaga pariwisata juga perlu berperan aktif dalam melakukan promosi pariwisata dan berhubungan dengan wisatawan, agar dapat mendongkrak jumlah wisatawan yang datang. Salah satu produk yang dihasilkan oleh Pemerintah Kota Solo adalah kalender event tahunan yang biasanya diterbitkan menjelang akhir tahun. Dengan kalender event ini, semua pihak yang berkepentingan dapat mengetahui jadwal pelaksanaan setiap event yang akan digelar di Kota Solo, mulai dari awal tahun hingga akhir tahun depan. Sehingga masing-masing pihak dapat melakukan persiapan dengan lebih dini, baik para pengelola hotel, biro perjalanan wisata, calon wisatawan, maupun pihak pemkot sendiri. 

Minggu, 21 Desember 2014

Strategi Pengembangan Pariwisata Solo (Bagian 2 - Manajemen Branding)

Branding sebuah produk sangatlah penting untuk membuat produk tersebut benar-benar hinggap dalam ingatan masyarakat. Perlu adanya branding yang kuat dengan dukungan promosi yang efektif untuk menunjang pariwisata. Beberapa manajemen branding yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Solo antara lain
a.    Memunculkan tagline “Solo the Spirit of Java”
Tagline “Solo the Spirit of Java” muncul dari hasil sayembara yang diikuti masyarakat umum secara terbuka. Tujuannya adalah untuk menemukan slogan yang dapat digunakan  untuk lebih “menjual” pariwisata Solo. Dalam dunia bisnis tagline merupakan suatu slogan yang melekat pada produk hingga dapat menciptakan suatu image tersendiri. Begitu pula dalam dunia pariwisata, beberapa tempat telah memiliki tagline yang cukup populer, misalnya Uniquely Singapore, Malaysia Truly Asia, Enjoy Jakarta, dan Jogja Never Ending Asia.

Tagline Solo the Spirit of Java dengan penulisan yang baku tidak hanya digunakan secara terbatas dalam dunia pariwisata tapi bisa digunakan dalam apa saja produk maupun kegiatan yang digelar di Solo.

.
b.    Menguatkan karakter Solo sebagai kota budaya yang nyaman dan humanis
Guna memperkuat karakter Solo sebagai kota Budaya, Jokowi mewajibkan penggunaan aksara jawa di papan nama pada bangunan-bangunan tertentu, seperti kantor, pasar, mall, dan lain-lain.

Papan Nama dengan Aksara Jawa


Solo Paragon Mall

Beberapa kawasan pemukiman  liar dan lokasi pedagang kaki lima (PKL) kini telah diubah menjadi taman kota dan pedestrian.

Monumen 45 Banjarsari

Citiwalk di Jalan Brigjen Slamet Riyadi

Jokowi juga mendorong terciptanya konsep urban baru, yakni bangunan tanpa pagar yang langsung menyatu dengan pedestrian di depannya.

Bank Indonesia, Solo

c.  Menciptakan produk-produk wisata baru
Penemuan produk-produk wisata baru yang belum ada atau jarang ditemui di tempat lain akan menguatkan branding sebagai kota wisata, sekaligus menarik minat wisatawan untuk mencoba sesuatu yang jarang ada tersebut.

Bus Tingkat Werkudoro

Sepur Kluthuk Jaladara

d. Menjadi penyelenggara berbagai event, baik level nasional maupun internasional

Dengan dukungan infrastruktur dan akomodasi yang dimilikinya, Kota Solo telah sukses menjadi penyelenggara berbagai event besar, baik berskala nasional maupun internasional. Event-event besar tersebut selain memantapkan posisi Solo sebagai salah satu kota MICE juga tentunya cukup menarik perhatian masyarakat sehingga secara tidak langsung akan mendongkrak nama Solo. Beberapa event yang telah diselengarakan di Solo antara lain the International Symposium of World Heritage Cities (Konggres Kota Pusaka Dunia) 2008, ASEAN Paragames 2011, Konggres Ahli Sejarah se-Asia 2012, World Toilet Summit 2013, dan lain-lain.

Opening Ceremony ASEAN Paragames 2011



Sabtu, 20 Desember 2014

Strategi Pengembangan Pariwisata Solo (Bagian 1 - Manajemen Produk)

Menyambung artikel sebelumnya yang berjudul Sejarah Singkat Perkembangan Solo Sebagai Kota Pariwisata. Dalam artikel kali ini saya menguraikan hasil pengamatan dan studi kepustakaan yang saya lakukan mengenai strategi pengembangan pariwisata yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Solo dan  stakeholder pariwisata lainnya di Kota Solo. Artikel ini saya ambil dari paper tugas kuliah saya yang berjudul Manajemen Strategi Pengembangan Pariwisata Solo.
Kota Solo sudah sejak lama dikenal sebagai sebuah kota pariwisata. Namun, dalam hal pengelolan pariwisatanya, kota ini bisa dibilang cukup tertinggal apabila dibandingkan dengan kota tetangganya, Yogyakarta. Padahal potensi wisata yang dimiliki Solo sebenarnya cukup bisa bersaing dengan Yogyakarta. Apalagi kedua kota tersebut memiliki sejarah yang sangat erat dan corak budaya yang hampir sama. Menyadari hal tersebut, Walikota Solo periode 2005-2012, Joko Widodo (Jokowi) melakukan sejumlah gebrakan untuk mendongkrak jumlah wisatawan dan memantapkan posisi Solo sebagai destinasi wisata utama.
Langkah-langkah pengembangan pariwisata Solo memang terllihat semakin nyata pada era kepemimpinan Joko Widodo. Sebagai seorang pengusaha yang telah lama berkecimpung di dunia bisnis, Jokowi memahami prinsip-prinsip memasarkan sebuah produk ke konsumen. Dengan prinsip-prinsip itu, Jokowi pun memperlakukan Kota Solo sebagai sebuah produk yang harus dikelola sehingga mampu menjadi Kota yang memiliki daya kompetitif di mata masyarakat. Untuk mewujudkan itu, Kota Solo tidak saja melakukan branding strategy namun yang juga tidak kalah penting adalah memersiapkan fasilitas, sistem serta sarana dan prasarana  agar Kota Solo betul-betul menjadi kota yang maju dengan tetap memertahankan keunikan dan kekayaan budaya
Pemerintah Kota telah menerapkan makro desain dalam pengembangan pariwisata. Makro desain ini adalah sinergisitas antara tiga unsur penting yang meliputi manajemen produk, manajemen branding, dan manajemen konsumen.  Ketiga komponen tersebut harus saling bersinergi dan melengkapi satu sama lain secara proporsional. Berhubung materi yang saya tulis cukup panjang, dalam kesempatan kali ini saya hanya akan membahas salah satu strategi saja, yakni manajemen produk.

Manajemen Produk
Manajemen produk merupakan proses pengelolaan dan penyiapan dari objek wisata, baik objek wisata itu sendiri maupun sarana pra sarana lain yang mendukungnya.  Pemerintah Kota Solo telah memoles sejumlah produk wisata lama agar menjadi lebih menarik untuk dikunjungi. Seperti yang terlihat di Kampung Batik Laweyan misalnya, dengan penambahan detail dan pernak-pernik tertentu, seperti lampu kuno, traffic calming, dan lain sebagainya, kesan sebagai sebuah destinasi wisata tampak lebih kuat terasa dibandingkan sebelumnya.

Kampung Batik Laweyan
Sumber gambar: cahangonsolo.blogspot.com

Dalam melakukan manajemen produk ini, Pemerintah Kota tidak hanya terpaku pada objek wisata yang eksisting saja, tetapi juga menelurkan inovasi baru agar daya tarik wisata Solo lebih beraneka ragam dan tidak membosankan. Salah satu yang tidak kalah pentingnya adalah pengembangan atraksi wisata. Atraksi wisata merupakan faktor yang paling menentukan yang akan menarik wisatawan. Atraksi merupakan penyebab pertumbuhan dan yang pertama kali menarik pengunjung ke suatu objek wisata, sehingga pembangunannya cenderung dikembangkan terlebih dahulu. Atraksi wisata dikembangkan, direncanakan dan dikelola untuk kepentingan aktivitas dan kesenangan pengunjung.Atraksi wisata selain menarik dan baik juga harus memiliki ciri khas atau berbeda dari tempat asal wisatawan, mengingat wisatawan berkunjung ke suatu tempat tujuan wisata ingin melihat sesuatu yang belum pernah dia ketahui atau yang tidak ada di tempat asalnya.
Sebelumnya Kota Solo mengandalkan situs-situs budaya dan atraksi budaya yang telah lama menjadi kegitatan rutin tahunan, antara lain sebagai berikut

Keraton Kasunanan

Situs Budaya
·         Keraton Kasunanan
·         Keraton Mangkunegaran
·         Museum Radyapustaka
·         Museum Batik Kuno Danarhadi

Atraksi Budaya
·         Kirab Malam 1 Suro
·         Sekaten
·         Grebeg Mulud, Grebeg Sawal
·         Jumenengan SISKS Pakubuwana

Taman Sriwedari
Sumber gambar: panoramio.com

Situs Lain
·         Kebun Binatang Jurug
·         Taman Sriwedari
·         Pasar Klewer
Adapun produk-produk wisata baru yang diciptakan atau direvitalisasi antara lain
Situs Baru
·    Taman Balekambang, dulunya merupakan tempat rekreasi keluarga Mangkunegara. Sempat digunakan sebagai pemukiman liar dan dikembalikan fungsinya sebagai tempat wisata.
·         Kampung Batik Laweyan
·         Kampung Batik Kauman
·         Museum Keris

Solo International Performing Art
Sumber gambar: en.tempo.co

Atraksi Wisata
·         Sepur Kluthuk Jaladara
·         Bus Tingkat Werkudara
·         Gladag Langen Bogan
·         Ngarsopuro Night Market
·         Solo International Ethnic Music (SIEM)
·         Solo Batik Carnival (SBC)
·         Solo Batik Fashion
·         Solo International Performing Arts (SIPA)
·         Solo Menari
·         Solo Keroncong Festival
·         Solo City Jazz
·         Rock in Solo
·         Festival Film Solo
·         Bengawan Solo Gethek Festival
·         Grebeg Sudiro
·         dan masih banyak lagi

Jumat, 19 Desember 2014

Sejarah Singkat Perkembangan Solo Sebagai Kota Pariwisata

Kota Surakarta atau yang lebih populer dengan sebutan Kota Solo adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah yang terletak sekitar 100 km sebelah tenggara Kota Semarang dan 65 km sebelah timur laut Kota Yogyakarta. Secara administratif, kota yang didirikan pada 17 Februari 1745 ini menempati areal seluas 44 km2 dengan jumlah penduduk sekitar 500 ribu jiwa. Namun, perkembangan Solo tidak hanya terbatas hanya pada wilayah administrasinya yang sempit itu. Kota ini telah berkembang jauh lebih besar dari batas-batas administrasinya. Apabila digabungkan dengan wilayah perkotaan di sekitarnya, maka jumlah penduduknya telah mencapai lebih dari 1 juta jiwa. Kota Solo sendiri merupakan pusat wilayah eks-Karesidenan Surakarta atau juga eks-Daerah Istimewa Surakarta yang terdiri dari 6 kabupaten dan 1 kota. 
Perkembangan Solo sebagai kota pariwisata memiliki sejarah yang panjang. Pada awal abad ke-19, kota Solo telah berkembang menjadi pusat pertumbuhan industri sekaligus sebagai pusat perdagangan kaum boemipoetra. Surakarta dikenal sebagai wilayah Vorstlanden, yang memiliki dua pusat kekuasaan, yakni Mangkunegaran dan Kasunanan. Kota Solo berkembang menjadi daerah tujuan wisata bagi orang-orang kulit putih yang terdiri dari pengusaha-pengusaha Eropa yang memiliki modal di perkebunan Vorstenlanden. Solo mulai berkembang menjadi kota plesiran yang membuat para pengusaha mulai melirik kota ini sebagai lahan investasi. Mereka berlomba-lomba membangun hotel-hotel dan fasilitas penunjang wisata lainnya.

Keraton Kasunanan pada masa lalu
Sumber gambar: Skyscrapercity

Keraton memiliki peran yang cukup besar dalam perkembangan pariwisata di Kota Solo. Sri Susuhunan Pakubuwana X sebagai raja Kasunanan bahkan membangun tempat rekreasi Kebon Raja yang kemudian dikenal dengan nama Taman Sriwedari. Taman Sriwedari digunakan untuk menyelenggarakan acara kesenian, khususnya wayang orang yang memang sedang berkembang pesat di Solo pada waktu itu.
Walaupun sama-sama berperan, tetapi perbedaan gaya pembangunan rekreasi dari kedua keraton ini cukup besar. Aktivitas rekreasi yang dilakukan oleh Keraton Kasunanan lebih condong ke arah wisata tradisional yang sejak dulu sudah berkembang di Keraton.  Sementara Keraton Mangkunegaran menawarkan wisata yang menunjukkan perpaduan antara budaya asli dengan budaya Eropa. Tata ruang di wilayah ini juga mengadopsi tata ruang ala negara barat dimana banyak taman-taman bunga yang indah berpadu dengan lingkungan perumahan yang asri, menjadi cikal bakal kota taman (villapark). Sarana rekreasi di Solo selanjutnya tidak hanya eksklusif untuk kalangan tertentu tetapi untuk semua kalangan yang ada di Solo. Secara ringkas, fasilitas-fasilitas pendukung menuju sebuah kota plesiran sudah banyak tersedia di kota Solo pada masa itu.

Taman Banjarsari Tempo Dulu
Sumber gambar: Skyscrapercity


Meskipun telah sejak lama dikenal sebagai kota pariwisata, tetapi nama Solo sebagai sebuah destinasi wisata berada jauh di belakang Bali dan Yogyakarta. Hal ini diperparah dengan krisis ekonomi yang diikuti dengan kerusuhan Mei 1998 dan Oktober 1999 yang membuat kondisi ekonomi dan pariwisata Solo terpuruk. Pada tahun 2005, pucuk kepemimpinan kota berpindah tangan, dari Slamet Suryanto kepada Joko Widodo (Jokowi). Pada saat itulah era baru pengelolaan pariwisata  Solo dimulai.  Jokowi melakukan sejumlah perubahan di berbagai bidang, termasuk di bidang pariwisata. 


Daftar Referensi:
Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit. 2008. Summary Report: Strategi Pengembangan Pariwisata Wilayah Solo.
R. M. Sayid. 1984. Babad Sala. Surakarta: Rekso Pustoko