Pages

Selasa, 28 Juli 2015

Menjajal Railbus Batara Kresna

Railbus Batara Kresna adalah kereta api perintis yang melayani rute Solo-Wonogiri. Railbus melayani penumpang dari Stasiun Purwosari di Kota Solo hingga Stasiun Wonogiri di Kabupaten Wonogiri sejauh lebih kurang 37 kilometer. Sepanjang perjalanan, railbus berhenti di tiga stasiun, yakni Stasiun Solo Kota di Kota Solo serta Stasiun Sukoharjo dan Pasar Nguter di Kabupaten Sukoharjo. Railbus Batara Kresna mulai beroperasi secara reguler sejak 11 Maret 2015. Kebetulan bulan Maret lalu saya pulang ke Solo selama sekitar satu minggu, tetapi tiket balik saya ke Jakarta juga tanggal 11 Maret dini hari, pas banget tidak bisa lihat launching railbus keesokan harinya.

Jadwal perjalanan railbus adalah sebanyak 2 kali sehari pergi pulang (PP). Railbus berangkat dari Purwosari pukul 06.00 dan 10.00, sementara dari Wonogiri pukul 08.00 dan 12.15. Loket penjualan tiket dibuka 3 jam sebelum keberangkatan, kecuali untuk keberangkatan pagi yang baru dibuka pukul 04.30. Harga tiket ditetapkan sebesar Rp 4.000. Menurut pemberitaan di media, minat warga untuk naik railbus ini sangat besar, terbukti dari tiket railbus yang selalu laris manis. Apalagi pada saat liburan, 100 persen tiket selalu ludes.

Railbus Batara Kresna

Berhubung railbus adalah kereta lokal, maka penjualan tiketnya tidak dilakukan secara online. Calon penumpang harus datang langsung ke loket penjualan di stasiun. Setiap stasiun di sepanjang perjalanan railbus sudah memiliki jatah tiketnya masing-masing. Saya kurang tahu berapa pastinya kapasitas railbus ini, ada yang menyebut 117 penumpang, ada pula yang menyebut 146 penumpang.

Minggu lalu, mumpung bisa libur lebaran cukup lama di Solo, saya berencana berwisata ke Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri dengan naik railbus ini. Pagi-pagi buta saya naik motor membonceng adik saya ke Stasiun Purwosari. Sekitar pukul 05.30 saya sudah mengantre di loket Stasiun Purwosari, tetapi tiket ke Wonogiri ternyata sudah habis. Trus kenapa banyak yang masih antre di loket? Ternyata mereka antre untuk tiket pukul 10.00 yang baru akan dibuka penjualannya pukul 07.00. Waduh… .

Karena jam 10.00 itu sudah terlalu siang untuk berangkat piknik, maka terpaksa liburan ke Waduk Gajah Mungkur dibatalkan. Iseng-iseng bertanya ke petugas loket, ternyata masih banyak tiket tersisa untuk perjalanan sampai ke Sukoharjo saja. Tanpa banyak berpikir panjang, saya beli saja 2 tiket untuk perjalanan ke Sukoharjo bersama adik saya dengan harga tiket sama, yakni Rp 4.000. Batal ke Wonogiri tak masalah yang penting bisa merasakan naik railbus menyusuri Jalan Brigjen Slamet Riyadi. Sebelumnya belum pernah sama sekali saya merasakan naik kereta di bekas jalur trem ini.

Ruang Tunggu Stasiun Purwosari

Sebelum berangkat, motret-motret sedikit dan ambil gambar railbus yang datang dari dipo kereta di Stasiun Solo Balapan saat masuk ke Stasiun Purwosari. Tepat pukul 06.00 railbus berangkat dari Stasiun Purwosari. Setelah melintasi perlintasan Jalan Hasanudin dan rel bengkong Purwosari, railbus berjalan dengan kecepatan sekitar 15 km/jam menyusuri rel di sepanjang Jalan Brigjen Slamet Riyadi dan Jalan Mayor Sunaryo hingga masuk ke kelurahan Sangkrah dan berhenti di Stasiun Solo Kota (biasa juga disebut Stasiun Sangkrah). Pemandangan yang disuguhkan cukup menarik dan tidak biasa, karena rel ini berada tepat di tepi jalan protokol Kota Solo. Kita bisa melihat gedung-gedung perkantoran, pertokoan, dan pusat perbelanjaan di sepanjang jalan, selain itu kita bisa melihat rindangnya taman dan city walk di sepanjang jalan. Berhubung masih pagi dan libur sekolah, saat itu jalan-jalan masih tampak lengang.

Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Solo

Sampai di Stasiun Solo Kota sudah banyak calon penumpang yang menunggu di peron jalur 2.  Stasiun Solo Kota telah direnovasi untuk menyambut kembali aktifnya jalur Solo-Wonogiri. Di sebelah selatan stasiun ini kini telah dibangun tembok pembatas dengan pemukiman warga. Selain itu, jalur kereta ditambah lagi menjadi 3 jalur seperti semula. Sebelumnya jalur kereta di stasiun ini sempat berkurang menjadi 2 jalur saja.  Selepas Stasiun Solo Kota  petugas mulai melakukan pemeriksaan tiket, sementara itu, railbus berjalan dengan lebih cepat sekitar 30 km/jam menyusuri perkampungan padat penduduk di Kelurahan Sangkrah dan Semanggi hingga menyeberangi Sungai Bengawan Solo.

Stasiun Solo Kota

Sungai Bengawan Solo pada titik itu merupakan batas antara Kota Solo dan Kabupaten Sukoharjo. Setelah menyeberangi sungai, pemandangan pemukiman padat penduduk langsung berubah menjadi hamparan sawah yang luas dan menghijau di kedua sisi rel. Sesekali  railbus akan melewati pemukiman, tetapi pemandangan hamparan sawah akan lebih dominan di sepanjang perjalanan hingga memasuki ibukota Kabupaten Sukoharjo. Terlihat ada banyak rumah-rumah penduduk yang berada sangat dekat dengan rel kereta api, selain mepet, banyak pula pintu depan rumah yang menghadap ke arah rel. Mungkin hal ini menjadi salah satu sebab mengapa railbus tidak dapat dipacu dengan kecepatan tinggi di jalur ini.

Hijaunya hamparan sawah di Kabupaten Sukoharjo

Pukul 06.55 railbus memasuki Stasiun Sukoharjo. Di sana sudah banyak calon penumpang yang menunggu di peron jalur 2. Berhubung tiket saya hanya sampai Sukoharjo maka saya pun turun di stasiun ini. Sebelum keluar, saya abadikan dulu momen berangkatnya railbus dari Stasiun Sukoharjo dan sedikit ambil gambar stasiun ini. Stasiun Sukoharjo hanya memiliki 2 jalur dengan jalur 2 sebagai sepur lurus. Melihat lokasinya,bila nantinya perjalanan kereta semakin banyak dan memerlukan lebih banyak jalur, masih ada cukup ruang jika stasiun ini ingin ditambah menjadi 3 jalur.  Namun, tetap harus menggusur sebuah bangunan di sebelah utara stasiun yang dibangun sangat mepet di sebelah timur jalur 2.

Stasiun Sukoharjo

Ketika sampai di loket penjualan tiket, ternyata keberangkatan railbus ke Solo pukul  08.50 sudah habis. Gak mungkin juga saya menunggu tiket perjalanan kedua pukul 13.05, mau ngapain juga lama-lama di Sukoharjo. Tidak ada tempat wisata yang dekat dengan stasiun ini. Akhirnya saya keluar stasiun untuk mencari bus. Ternyata Stasiun Sukoharjo terletak sangat dekat dengan jalan protokol Kota Sukoharjo, tinggal jalan sedikit sudah sampai di tepi jalan, tepatnya di antara Pasar Ir. Soekarno dan Proliman Sukoharjo. Dari situ saya naik bus Wahyu Putro jurusan Sukoharjo-Kartasura  dengan membayar Rp 6.000 per orang dan berhenti tepat di depan Stasiun Purwosari.

Stasiun Sukoharjo

Lama perjalanan menggunakan bus dari depan Pasar Ir. Soekarno sampai ke Stasiun Purwosari pagi itu sekitar 45 menit. Dari situ saya baru berpikir, dulunya saya mengira perjalanan dari Purwosari ke Wonogiri selama 1 jam 45 menit dan dari Solo ke Sukoharjo selama 55 menit itu terlalu lama. Ini karena saya membandingkannya dengan motor, ternyata bila menggunakan bus umum, beda waktu tempuhnya tidak terlalu lama. Selain lebih murah, naik railbus juga lebih nyaman karena railbus ber-AC sementara bus-bus yang ada tidak ber-AC. Pantas saja tiket railbus selalu ludes terjual.

Melihat besarnya animo masyarakat untuk naik railbus, semoga frekuensi perjalanan kereta bisa ditambah. Mungkin pemerintah perlu menyediakan rangkaian baru dengan kapasitas yang lebih besar. Selain itu, semoga hambatan di sepanjang rel bisa segera diatasi, seperti pemukinam penduduk yang terlalu dekat, perlintasan sebidang yang belum dilengkapi palang pintu, serta kualitas rel itu sendiri. Jika itu semua dapat diselesaikan, mungkin perjalanan dari Solo ke Wonogiri maupun sebaliknya bisa lebih cepat dibanding bus atau kendaraan pribadi sekalipun. Salam. 

Kamis, 23 Juli 2015

Sekilas Tentang Railbus Batara Kresna

Railbus Batara Kresna adalah sebuah kereta perintis yang beroperasi di jalur Solo-Wonogiri. Jalur rel kereta api Solo-Wonogiri mulai dibangun pada tahun 1922. Dahulu rel dibangun dari Solo hingga sampai ke Stasiun Baturetno. Namun, jalur tersebut telah terputus sejak dibangunnya Waduk Gajah Mungkur. Kini perjalanan kereta api hanya bisa sampai di Stasiun Wonogiri. Terdapat empat stasiun yang beroperasi di jalur ini, yakni Stasiun Solo Kota, Stasiun Sukoharjo, Stasiun Pasar Nguter, dan Stasiun Wonogiri. Dahulu terdapat pula beberapa halte pemberhentian kereta di sepanjang jalur ini, tetapi halte-halte tersebut kini sudah tidak dioperasikan lagi, beberapa  sudah rusak bahkan hilang tak berbekas.

Jalur Solo-Wonogiri merupakan jalur yang cukup istimewa. Sebagian jalurnya, tepatnya di petak antara Stasiun Purwosari dan Solo Kota, saat ini merupakan satu-satunya jalur kereta  api di Indonesia yang melintas tepat di tepi jalan protokol, yakni  Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Solo. Jalur ini sempat mati beberapa tahun semenjak kereta Feeder Wonogiri rute Purwosari-Wonogiri berhenti beroperasi pada tahun 2011. Hanya petak antara Stasiun Purwosari dan Solo Kota yang masih aktif karena digunakan sebagai rute kereta api uap wisata “Sepur Kluthuk Jaladara”.

Pada tahun 2011 Kota Solo menerima hibah railbus senilai Rp 16 milyar dari Kementerian Perhubungan. Oleh Jokowi, Walikota Solo saat itu, railbus yang diproduksi oleh PT INKA Madiun tersebut diberi nama Batara Kresna dan di-launching pada acara karnaval HUT Kota Solo ke 266 pada bulan Februari 2011. Railbus terdiri dari 3 kereta dengan kapasitas 117 penumpang. Berbeda dengan rangkaian kereta biasa yang dapat dipisah-sambungkan keretanya, rangkaian kereta railbus bersifat permanen.

Railbus Batara Kresna melintas di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Solo
Sumber: www.surakarta.go.id

Sejak awal railbus memang ditujukan untuk melayani rute Solo-Wonogiri demi menghidupkan dan memelihara keaktifan jalur tersebut. Namun, upaya tersebut tidak berjalan dengan mudah, banyak hambatan yang dihadapi terutama terkait kesiapan jalur rel dan harga tiket yang akan dibebankan kepada penumpang, hingga kemudian railbus menjadi armada idle yang dianggurkan. Petak antara Stasiun Solo Kota hingga Stasiun Sukoharjo sudah lebih awal siap digunakan, tetapi dari Sukoharjo hingga Wonogiri memerlukan banyak perbaikan.

Railbus sempat digunakan untuk mendukung operasional Kereta Api Prambanan Ekspres (Prameks) dengan rute Sukoharjo-Solo-Yogyakarta sebelum kembali dianggurkan selama beberapa lama. Setelah keseluruhan jalur siap digunakan, mulai dari perbaikan rel dan jembatan hingga pembersihan jalur dari dahan dan ranting pohon yang menghalangi jalannya kereta, serta adanya kepastian subsidi dari Pemerintah Pusat, maka railbus Batara Kresna resmi beroperasi secara reguler sejak 11 Maret 2015 dengan harga tiket Rp 4.000.

Interior Railbus Batara Kresna

Railbus Batara Krena termasuk dalam jenis kereta api perintis bersama dengan Kereta Api Jenggala rute Sidoarjo-Mojokerto. Kedua kereta tersebut mendapat subsidi untuk per perjalanan, artinya banyak atau sedikitnya penumpang tidak mempengaruhi besarnya subsidi, kereta akan tetap dijalankan meskipun penumpang hanya sedikit. Pemerintah memang telah berencana untuk mengoperasikan sejumlah kereta perintis di beberapa jalur mati dengan skema subsidi tersebut. Kebijakan tersebut dilakukan agar masyarakat kembali tertarik menggunakan moda transportasi kereta api, sehingga jalur-jalur yang sekarang mati bisa kembali aktif sekaligus untuk mengurangi beban  kepadatan di jalan raya.

Jenis subsidi ini berbeda dengan jenis subsidi Public Service Obligation (PSO) yang diberikan dengan hitungan jumlah penumpang. Semakin banyak penumpang maka semakin banyak subsidi yang diberikan, sebab subsidi diberikan per penumpang. Jenis subsidi ini diberikan pada beberapa jenis kereta, seperti sejumlah kereta ekonomi jarak jauh, KRL Commuterline Jabodetabek, KRD Lokal Bandung Raya, dan Kereta Api Prambanan Ekspres (Prameks).

Kini Railbus Batara Kresna dioperasikan 2 kali sehari pergi pulang (PP) dengan rute dari Stasiun Purwosari hingga Stasiun Wonogiri. Railbus tidak berjalan secepat kereta antar kota lainnya. Ketika melintas di sepanjang Jalan Brigjen Slamet Riyadi railbus berjalan dengan kecepatan sekitar 15 km/jam, sementara selepas Stasiun Solo Kota hingga Stasiun Wonogiri railbus dipacu dengan kecepatan sekitar 30 km/jam. Railbus menempuh perjalanan sekitar 37 km dengan lama perjalanan 1 jam 45 menit. Penumpang railbus akan disuguhi pemandangan perkotaan sepanjang Jalan Slamet Riyadi, perkampungan, sungai, hingga hijaunya hamparan sawah di Kabupaten Sukoharjo.


Animo masyarakat untuk naik railbus ternyata sangat besar, terbukti dari tingkat keterisian penumpang yang hampir selalu mencapai 100 persen. Tak jarang banyak calon penumpang yang kecewa karena kehabisan tiket. Calon penumpang harus mengantre saat loket penjualan tiket dibuka beberapa jam sebelum railbus diberangkatkan. Dengan melihat besarnya animo masyarakat tersebut, mungkin perlu dipikirkan tentang penambahan armada dan jadwal keberangkatan. Selain itu, sejumlah perlintasan sebidang juga masih belum dilengkapi dengan palang pintu. Apabila seluruh perlintasan sebidang telah dilengkapi dengan palang pintu, dan kualitas rel ditingkatkan, maka railbus bisa dipacu lebih cepat sehingga waktu tempuh bisa dipersingkat.

Saat ini railbus belum dapat memenuhi kebutuhan komuter Wonogiri-Solo karena jadwal yang kurang sesuai dan waktu tempuh yang cukup lama. Railbus masih lebih dominan ditujukan untuk kepentingan wisata. Apabila kebutuhan komuter dapat ter-cover, maka akan semakin banyak masyarakat yang beralih ke angkutan umum masal dan mengurangi beban kepadatan di jalan raya Solo-Wonogiri. Pengurangan waktu tempuh dan penyesuaian jadwal kiranya perlu dilakukan bila railbus dan jalur rel ini diharapkan dapat memberi manfaat yang lebih optimal.


Diolah dari berbagai sumber dan pengalaman pribadi, silakan dikoreksi bila terdapat kesalahan. :)

Senin, 20 Juli 2015

Menanti Stasiun Sentral Solo Balapan

Stasiun Solo Balapan dengan kode SLO merupakan stasiun terbesar di Kota Solo dan termasuk stasiun besar utama di Pulau Jawa. Stasiun Solo Balapan terletak di Kelurahan Gilingan dan Kestalan, Kecamatan Banjarsari, tepatnya di Jalan Wolter Monginsidi 112, Solo. Pada masa lalu, lokasi stasiun ini merupakan arena pacuan (balapan) kuda milik Keraton Mangkunegaran. Stasiun yang berada pada ketinggian 93 meter dpl ini dibangun pada tahun 1873 dan berada dalam wilayah kerja PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi VI Yogyakarta.

Stasiun Solo Balapan memiliki 12 jalur yang terbagi menjadi dua, yakni emplasemen selatan sebanyak 5 jalur dan emplasemen utara sebanyak 7 jalur. Pelayanan penumpang, baik untuk kereta api lokal maupun kereta api jarak jauh dilakukan di emplasemen selatan, sementara emplasemen utara lebih banyak digunakan untuk kereta barang, kecuali jalur 6 yang digunakan untuk keberangkatan Kereta Api Lodaya dan Senja Utama Solo. Kedua emplasemen dibatasi oleh bangunan utama stasiun yang di dalamnya terdapat ruang kepala stasiun, ruang Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA), toilet, mushola, dan lain-lain. Adapun pintu masuk, area parkir, dan hall stasiun berada  di sisi selatan stasiun. Sementara dipo lokomotif dan kereta berada di sebelah barat stasiun. Stasiun Solo Balapan merupakan titik pertemuan antara jalur selatan dengan jalur utara, di sebelah timurnya terdapat segitiga pembalik (wye) yang memungkinkan kereta dari arah jalur utara (Semarang) langsung berbelok ke Stasiun Solo Jebres dengan prinsip langsir, sehingga tidak perlu memutar lokomotif di Solo Balapan.

Stasiun Solo Balapan

Saat ini Stasiun Solo Balapan digunakan sebagai tempat pemberangkatan kereta api jarak jauh kelas eksekutif dan bisnis. Adapun pemberangkatan kereta api kelas ekonomi dilakukan di Stasiun Purwosari dan Solo Jebres. Stasiun Solo Balapan juga melayani pemberangkatan kereta api lokal dengan tujuan Semarang, Madiun, Yogyakarta, hingga Kutoarjo yang dilayani dengan menggunakan rangkaian Kereta Api Prambanan Ekspres (Prameks), Madiun Jaya, Sidomukti, Kalijaga, dan Joglo Ekspres.

Tidak jauh dari Stasiun Solo Balapan, terdapat Terminal Bus Tirtonadi yang melayani rute ke berbagai kota, baik dalam maupun antar provinsi, bahkan antar pulau hingga ke Aceh dan Nusa Tenggara. Terminal Tirtonadi tercatat sebagai terminal bus tersibuk dengan jumlah penumpang terbanyak di Jawa Tengah. Terminal Tirtonadi sendiri kini sedang  dalam proses pengembangan, selain dilakukan renovasi total dan perluasan ke arah barat, nantinya juga akan dibangun pusat perbelanjaan di atas bangunan terminal tersebut.

Kedekatan lokasi antara stasiun dan terminal ini memunculkan wacana untuk menghubungkan kedua pusat transportasi tersebut dengan sebuah jembatan. Selama ini para penumpang dari Stasiun Balapan yang akan menuju ke Terminal Tirtonadi maupun sebaliknya biasa menggunakan jasa becak atau ojek dengan rute yang memutar. Apabila dibangun sebuah jembatan penghubung langsung diantara kedua tempat tersebut, maka jarak yang ditempuh dapat diperpendek.

 Wacana pembangunan jembatan tersebut kini telah menemui titik terang setelah pada bulan Maret lalu Pemerintah Kota Surakarta bersama dengan Kementerian Perhubungan dan PT KAI bersepakat untuk mewujudkan pembangunan skybridge penghubung antara Stasiun Solo Balapan dan Terminal Tirtonadi. Skybridge yang akan dibangun pada tahun ini tersebut melintasi jalan dan perkampungan di antara kedua lokasi dengan panjang sekitar 450 meter. Dengan demikian akan tercipta konektivitas antara stasiun dan terminal, penumpang yang menggunakan moda kereta api dapat dengan mudah berpindah menggunakan bus, begitu pula sebaliknya.


Selain rencana pembangunan skybridge tersebut, Kementerian Perhubungan juga telah menyiapkan rencana pembangunan stasiun utara di Solo Balapan dan pembangunan rute kereta ke Bandara Internasional Adi Soemarmo. Pembangunan rute kereta bandara ini akan mempermudah akses menuju Bandara Adi Soemarmo yang saat ini dirasakan masih kurang. Selain taksi, baru ada bus pemadu moda rute bandara-Terminal Tirtonadi dan bus Batik Solo Trans Koridor 1 yang melayani penumpang dari dan ke bandara. Kesulitan akses transportasi ini ditengarai merupakan salah satu sebab kurang berkembangnya bandara tersebut. Bahkan warga Solo sendiri masih banyak yang memilih terbang melalui Bandara Adi Sutjipto, Yogyakarta. Selain lebih banyak pilihan penerbangan, Bandara Adi Sutjipto juga memiliki akses yang lebih mudah.  Untuk menuju bandara tersebut, calon penumpang dari Solo dapat menggunakan kereta Prameks dan Madiun Jaya dengan lama perjalanan sekitar satu jam dan turun di Stasiun Maguwo yang berada tepat di depan bandara.

Sumber: skyscrapercity.com

Stasiun utara akan dibangun di sebelah utara jalur 12 yang terdiri dari bangunan stasiun 2 lantai, area drop off, dan area parkir untuk kendaraan roda 2 dan roda 4. Sementara pintu masuk dibangun di sebelah timur atau menghadap ke Jalan S. Parman. Pembangunan stasiun utara ini diharapkan selesai pada tahun 2017. Bila pembangunannya telah selesai, maka Pemkot Solo perlu segera merealisasikan rute Batik Solo Trans (BST) koridor 6 dan menyediakan halte BST di dekat pintu keluar tersebut, sehingga penumpang kereta yang keluar melalui pintu timur dapat langsung mengakses BST seperti halnya di pintu selatan saat ini.

Sumber: skyscrapercity.com

Selain rencana pembangunan tersebut, juga akan segera direalisasikan pembangunan infrastruktur untuk keperluan beroperasinya Kereta Listrik (KRL) rute Solo-Yogyakarta pada tahun 2017 dan kelanjutan proyek double track jalur selatan untuk ruas Solo-Kedungbanteng yang akan dibangun mulai tahun ini. Dari 829 km jarak Jakarta-Surabaya melalui jalur selatan, saat ini baru Jakarta-Purwokerto dan Kutoarjo-Solo yang sudah double track, sisanya Purwokerto-Kutoarjo dan Solo-Surabaya masih single track.

Stasiun Solo Balapan perlu melakukan pembenahan dan penyesuaian lay out stasiun agar dapat memisahkan layanan kereta lokal, kereta api jarak jauh (KAJJ) dan kereta bandara.  Misalnya dengan mengkhususkan emplasemen selatan untuk kereta lokal dan emplasemen utara untuk KAJJ dan kereta bandara. Adapun layanan kereta barang dapat dialihkan ke Stasiun Solo Jebres yang sudah dilengkapi dengan dry port di sebelah utara stasiun. Dengan beroperasinya KRL Solo-Yogyakarta, besar kemungkinan frekuensi perjalanan kereta akan bertambah. Selain itu, tidak menutup kemungkinan bekas armada Prameks digunakan untuk penambahan frekuensi maupun rute kereta lokal yang lain. Misalnya perpanjangan rute Railbus Purwosari-Wonogiri hingga ke Solo Balapan, atau penambahan rute baru seperti tujuan Sragen, Salem, dan Ngrombo. Dengan demikian Stasiun Solo Balapan dapat menjadi stasiun transit antara kereta lokal dan jarak jauh seperti halnya Stasiun Pasar Senen dan Stasiun Jatinegara di Jakarta. Untuk keperluan konektivitas antar moda transportasi, serta sepanjang kapasitas dan infrasturuktur stasiun cukup mumpuni, saya rasa hal ini layak dipertimbangkan daripada justru berencana mengkhususkan Stasiun Solo Balapan untuk layanan KAJJ seperti halnya Stasiun Gambir di Jakarta.

Dengan rencana pembangunan-pembangunan tersebut, saya berharap Stasiun Solo Balapan akan menjadi sebuah stasiun sentral yang menjadi hub transportasi intermoda seperti halnya Kuala Lumpur Sentral (KL Sentral). Dengan terhubungnya stasiun ini dengan terminal, bandara, dan halte BST, maka penumpang kereta dapat dengan mudah mengakses bus kota, bus antarkota, maupun pesawat terbang, begitu pula sebaliknya. Selain itu, penumpang juga dapat dengan mudah menuju pusat perbelanjaan di Terminal Tirtonadi. Bukan tidak mungkin, dengan ketersediaan infrastruktur yang lengkap seperti itu, akan bermunculan pusat-pusat bisnis baru di sekitar stasiun dan terminal. Semoga semua rencana pembangunan tersebut dapat segera berjalan dengan lancar sehingga dapat segera memberikan manfaat yang besar  bagi semua pihak, terutama bagi masyarakat penggunanya.