Pada
libur lebaran lalu saya menyempatkan diri berkunjung ke Museum Radya Pustaka.
Museum tertua di Kota Solo ini didirikan oleh Kanjeng Raden Adipati
Sosrodiningrat IV di Dalem Kepatihan pada tanggal 18 Oktober 1890, saat masa
pemerintahan Pakubuwono IX, raja Kasunanan Surakarta. Namun, sejak 1 Januari
1913 museum dipindahkan ke lokasinya yang sekarang, tepatnya di Jl. Brigjen
Slamet Riyadi Nomor 275, Sriwedari, Solo. Sebelumnya bangunan museum ini adalah
rumah seorang warga negara Belanda bernama Johannes Busselaar.
Tampak Depan
Secara
etimologi, kata radya berarti pemerintah, sedangkan pustaka berarti surat. Jadi
dulunya museum ini adalah tempat penyimpanan surat-surat kerajaan. Seiring
berjalannya waktu, barang yang disimpan semakin banyak dan beragam, hingga
akhirnya menjadi sebuah museum. Apabila ditinjau dari saat dibukanya museum,
maka museum ini merupakan museum tertua kedua di Indonesia setelah Museum
Nasional Republik Indonesia atau Museum Gajah di Jakarta.
Bangunan Museum
Museum
Radya Pustaka buka setiap hari Selasa-Minggu sekitar pukul 09.00-15.00, ada perbedaan
jam buka pada hari Jumat tapi saya lupa. Saat itu saya datang hari Senin, tetapi
karena sedang masa libur lebaran museum buka setiap hari. Saat memasuki halaman
museum kita akan menjumpai sebuah patung setengah badan yang merupakan patung
dari R. Ng. Ronggowarsito, seorang pujangga besar Kasunanan Surakarta. Halaman
museum juga cukup luas untuk parkir mobil. Sementara parkir sepeda motor ada di
sebelah kiri dari arah pintu masuk.
Sebelum
masuk ke dalam museum kita akan diminta untuk mengisi daftar hadir di buku tamu
tanpa harus membayar. Ya... masuk ke museum ini gratis... tis, agak heran juga
sebenarnya, entah khusus untuk libur lebaran saja ataukah berlaku setiap saat. Saya pun langsung masuk ke dalam museum dan melihat-lihat satu per
satu koleksi museum mulai dari ruang depan hingga ke belakang. Namun, saya
tidak membaca seluruh detail keterangan yang tertulis. Karena saya datang
memang sekedar untuk lihat-lihat saja. Hueheu... .
Meja Resepsionis
Oleh
karena bangunan museum ini dulunya adalah sebuah rumah, maka tata letak museum
ini agak berbeda dari museum lainnya. Ada ruang depan, ruang tengah, ruang
belakang, dan beberapa ruang-ruang berpintu di dalamnya. Di dalam museum
tersimpan banyak benda-benda kuno, seperti senjata tradisional, wayang, arca,
keramik, seperangkat gamelan, prasasti, uang kuno, naskah kuno, hingga replika
perahu dan bangunan. Di beberapa titik tersedia layar monitor yang menampilkan video penjelasan tentang koleksi yang dipajang. Berikut ini foto-foto yang saya ambil selama berada di
dalam museum.
Koleksi di Ruang Depan
Pistol Laras Panjang, Pistol Laras Pendek, dan Replika Meriam
Keris
Senjata Tradisional
Replika Perahu Rajamala
Ruang Tengah ditempati Seperangkat Gamelan
Wayang Kulit
Mesin Ketik Huruf Jawa dan koleksi lainnya
Mesin Jam
Uang Kuno
Replika Makam Imogiri dan Masjid Agung Demak
Melihat lebih dekat Replika Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri
Replika Menara Kraton Kasunanan, Panggung Sangga Buwana
Pakaian Adat
Adapun
naskah kuno ditempatkan di satu ruangan khusus yang terkunci. Ruangan itu tidak
dibuka untuk umum dan hanya dikhususkan untuk orang dengan keperluan tertentu,
misalnya untuk penelitian. Kalau dari informasi yang saya dapat dari sejumlah
situs di internet, sebagian besar naskah kuno tersebut ditulis dalam bahasa
Jawa atau Belanda. Ada ribuan naskah kuno dimana sekitar 400 diantaranya merupakan manuskrip atau ditulis dengan tangan, selain itu ada juga Alquran yang ditulis dengan huruf dan bahasa Jawa.
Dengan begitu banyaknya koleksi benda-benda bersejarah di Museum Radya Pustaka, baik asli maupun replika, maka tak salah kiranya bila museum ini saya sebut sebagai penjaga jejak sejarah tanah Jawa. Sayang
sekali tidak semua koleksi museum bisa saya foto dan saya bagikan. Tentunya biar Anda semua
penasaran dan mau berkunjung langsung ke Museum Radya Pustaka. Haaha... . Let’s go to Solo, the spirit of Java.